News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

AS Punya UU Persaingan Strategis, Bendung Pengaruh Global China

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Parade kekuatan militer China.

TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW – Jika jurnalisme yang didanai China dan Rusia dituding media disinformasi, tapi ketika Washington menghabiskan jutaan dolar untuk outlet berita yang menguntungkan kebijakannya, itu disebut menyebarkan informasi.

Kritik ini ditulis Tom Fowdy, penulis Inggris dan analis politik dan hubungan internasional yang fokus utama di Asia Timur. Artikel Fowdy dipublikasikan di laman Russia Today, Selasa (27/4/2021).

Senat AS minggu lalu mengesahkan RUU bernuansa anti-China yang berjudul Undang-Undang Persaingan Strategis.

Didukung Chuck Schumer (Demokrat-New York) sebagai salah satu prioritas terbesarnya sejak menjadi pemimpin mayoritas Senat, dokumen setebal 270 halaman berisi rekomendasi dan ketentuan formalisasi “persaingan geopolitik” Amerika melawan Beijing.

Termasuk di dalamnya di bidang militer, diplomasi, teknologi, perdagangan, dan lainnya.  Tom Fowdy menyatakan, ada pertanyaan jika itu disahkan menjadi undang-undang menegaskan posisi Senat dan sentimen anti-China di Washington.

Baca juga: Kedubes China Bantah Isu Penindasan Etnik Minoritas Uighur di Xinjiang

RUU itu juga menjanjikan ratusan juta dolar dalam berbagai kapasitas untuk inisiatif yang berfokus pada media melawan China. Ini termasuk hingga dana $ 300 juta dalam upaya yang dijelaskan secara terbuka untuk menyebarkan informasi tentang "dampak negatif" Belt and Road Initiative (BRI) China.

Program pengaruh anti-China diskemakan melatih jurnalis untuk tujuan melawan Beijing, dan jutaan lainnya mendanai Radio Free Asia untuk memperluas cakupannya dalam bahasa tertentu seperti Mandarin, Kanton, Tibet dan Uighur. Singkatnya, ini adalah dorongan propaganda raksasa.

Menurut Fowdy, sepanjang waktu, public mendengar begitu banyak tentang "propaganda China/Rusia," "disinformasi," dan lain-lain, dan seringkali dampaknya digambarkan dengan cara yang sangat mengancam atau sensasional.

Namun jarang, jika pernah, dilaporkan bagaimana barat secara aktif dan terbuka terlibat dalam perang psikologis dengan tujuan mengubah politik dan pemerintahan di negara-negara target, sambil bermain sebagai korban abadi.

Strategi itu dituangkan dalam UU AS yang baru secara hitam dan putih, sejelas kristal, namun hanya sedikit yang akan menolak atau memperhatikan upaya yang secara eksplisit ambisius untuk mencoba mengguncang berbagai wilayah di China.

Strategi itu kemungkinan mempromosikan kerusuhan dan, idealnya, untuk "membalkanisasi" negara. “Ini, tentu saja, bukanlah hal baru; itulah yang selalu dilakukan Amerika,” tulis Tom Fowdy.

Pemikiran politik barat dibangun dengan asumsi mereka ia memiliki monopoli atas apa yang dipahami sebagai 'kebenaran politik'. Di mata Fowdy, itu dianggap sumber semua pencerahan dan, dalam menggunakan 'monopoli' itu, memiliki mandat ilahi untuk menginjili 'kebenaran' itu kepada orang lain.  

Ini menarik perbedaan logis biner bahwa segala sesuatu yang didukung darat selalu dimotivasi itikad baik, berlawanan dengan kepentingan pribadi, dan setiap orang yang menentang agenda ini selalu dimotivasi oleh itikad buruk dan motivasi jahat.

Ini menggarisbawahi mentalitas jurnalisme barat, bahwa ini adalah satu-satunya sumber 'kebenaran' yang tidak memihak dan dapat diverifikasi. Setiap orang yang mempertanyakannya mendukung 'propaganda', sebuah istilah yang biasanya hanya bergema secara emosional untuk negara musuh.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini