TRIBUNNEWS.COM - Israel menutup penyeberangan dan menghentikan konvoi truk bantuan internasional yang mulai meluncur ke Gaza melalui Kerem Abu Salem (Kerem Shalom), pada Selasa (18/5/2021).
Langkah ini dilakukan pihak Israel tak lama setelah Koordinator Kegiatan Pemerintah Israel di Wilayah (COGAT) mengumumkan pembukaan sementara perbatasan untuk pengiriman bantuan.
Melansir Al Jazeera, COGAT mengatakan dalam sebuah pernyataan kemudian bahwa penyeberangan perbatasan ditutup setelah seorang tentara Israel terluka ringan dalam serangan itu.
“Setelah bom mortir ditembakkan ke arah Penyeberangan Kerem Shalom, diputuskan untuk menghentikan masuknya sisa truk,” kata COGAT.
Baca juga: Antony Blinken: AS Terima Informasi Lebih Lanjut dari Israel tentang Pemboman Menara Media di Gaza
Baca juga: POPULER Internasional: Israel Serang Lab Covid di Gaza | Legislator AS Pertanyakan Penjualan Senjata
Sebelumnya, Karl Schembri, penasihat media untuk Timur Tengah di Dewan Pengungsi Norwegia, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa Gaza akan "tercekik" jika penyeberangan Kerem Abu Salem dan Beit Hanoon (Erez) ditutup.
“Sangat penting bahwa penyeberangan terbuka,” kata Schembri.
“Orang-orang ini tidak hanya membutuhkan barang-barang penting, mereka sekarang membutuhkan bantuan kemanusiaan yang vital. Dan Israel perlu memberikan jaminan bahwa barang-barang ini akan melewati jalur yang aman. "
Schembri juga mengatakan perlu ada koridor kemanusiaan dan gencatan senjata agar para pekerja bisa masuk dan menilai kebutuhan masyarakat.
"Tidak ada pengiriman yang bisa dilakukan selama pemboman berlanjut," katanya.
Baca juga: Israel Serang Lab Utama Covid-19 di Gaza, Saksi Mata: Tak Ada Tempat Aman di Sini
Baca juga: Lewat Telepon, Joe Biden Dukung PM Israel Lakukan Gencatan Senjata di Jalur Gaza
Juga pada Selasa (18/5/2021), badan bantuan PBB mengatakan lebih dari 52.000 warga Palestina kini telah terlantar akibat serangan udara Israel yang telah menghancurkan atau merusak parah hampir 450 bangunan di Jalur Gaza.
"Sekira 47.000 pengungsi telah mencari perlindungan di 58 sekolah yang dikelola PBB di Gaza," Jens Laerke, juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) di Jenewa, mengatakan kepada wartawan.
Laerke mengatakan 132 bangunan hancur dan 316 rusak parah, termasuk enam rumah sakit dan sembilan pusat kesehatan utama serta pabrik desalinasi, mempengaruhi akses ke air minum bagi sekitar 250.000 orang.
"Ada kekurangan pasokan medis yang parah, risiko penyakit yang ditularkan melalui air dan penyebaran COVID-19 karena orang-orang terlantar berkerumun ke sekolah," kata Margaret Harris, juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia.
Kelompok hak asasi yang berbasis di London, Amnesty International menyerukan penyelidikan serangan udara terhadap bangunan tempat tinggal di Gaza.