Adapun komite ini beranggotakan Uni Afrika, PBB di Bali, dan Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS).
Dalam pernyataannya, Komite Pemantau Transisi Lokal mengatakan:
"Bersama dengan anggota komunitas internasional, termasuk Prancis, Amerika Serikat, Inggris Raya, Jerman dan Uni Eropa mengungkapkan keprihatinan yang mendalam mengenai situasi di Mali yang ditandai dengan penangkapan Presiden transisi, Perdana Menteri dan beberapa anggota staf mereka."
"Mereka menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat dari pihak berwenang itu dan bersikeras pada fakta bahwa anggota militer yang menahan mereka akan dimintai pertanggungjawaban secara pribadi atas keselamatan mereka," kata pernyataan itu.
Kudeta di tahun 2021 ini, menandai siklus konflik berkelanjutan di negara Afrika Barat itu selama lebih dari satu dekade.
Pada Selasa (25/5/2021), pemerintah Prancis mengatakan siap memberikan sanksi pada pihak-pihak dalam kudeta.
Baca juga: Varian Virus Corona Asal India, Inggris, dan Afrika Telah Masuk Indonesia, Berikut Peta Penyebaran
Baca juga: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga, Misi Kudeta Gagal, Barcelona Kini Kehilangan Ronald Koeman
"Dalam beberapa jam mendatang, jika situasi belum beres, kami siap untuk mengambil sanksi yang ditargetkan terhadap orang-orang yang terlibat," kata Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Lebih lanjut, Macron menyatakan kudeta di Mali tidak bisa diterima.
Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Yves Le Drian juga meminta pertemuan Dewan Keamanan PBB.
Mali merupakan negara di Afrika Barat, yang sempat menjadi jajahan Prancis.
Kebencian pada peran Prancis dalam urusan Mali juga telah memicu pergolakan politik.
Kudeta ini, dilaporkan The Guardian, berpotensi menambah ketidakstabilan Mali.
Di mana, di negara ini banyak kelompok terkait dengan al-Qaeda dan ISIS menguasai sebagian besar wilayah gurun di utara.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)