Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, YANGON— Pengadilan akan mendengarkan kesaksian pertama terhadap pemimpin sipil yang digulingkan Myanmar Aung San Suu Kyi pada Senin (14/6/2021), setelah lebih dari empat bulan kudeta militer.
Junta telah menuduh Aung San Suu Kyi atas sejumlah kasus dari menerima 11kg emas secara ilegal hingga melanggar hukum kerahasiaan era kolonial.
Pada hari Senin ini, tim pembelanya akan memeriksa sejumlah saksi atas tuduhan Aung San Suu Kyi secara ilegal mengimpor walkie-talkie hingga melanggar aturan pembatasan Covid-19 selama pemiliu tahun lalu yang dimenangkannya dan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
Pengacaranya - yang telah diizinkan untuk bertemu dengannya hanya dua kali sejak dia ditempatkan di bawah tahanan rumah - telah mengatakan mereka mengharapkan persidangan selesai pada 26 Juli.
Persidangan untuk kasus ini akan berlangsung setiap hari Senin.
Jika dinyatakan bersalah atas semua tuduhan, Aung San Suu Kyi (75) akan menghadapi lebih dari satu dekade di dalam penjara.
Baca juga: Jokowi Tinjau Vaksinasi Covid-19 di Rusun Tanah Tinggi
"Kami berharap yang terbaik tetapi siap untuk yang terburuk," kata Khin Maung Zaw, salah satu pengacara Suu Kyi, kepada AFP menjelang sidang di ibu kota Naypyidaw.
Kasus terpisah dijadwalkan dimulai pada 15 Juni, di mana dia didakwa dengan penghasutan bersama presiden yang digulingkan Win Myint dan anggota senior NLD lainnya.
Sebelumnya Aung San Suu Kyi menghabiskan lebih dari 15 tahun di bawah tahanan rumah selama pemerintahan junta militer sebelumnya sebelum pembebasannya pada 2010.
Pada Kamis (10/6/2021), dia kembali dituduh melakukan korupsi tambahan menerima uang tunai 600.000 dolar AS secara ilegal dan sekitar 11kg emas.
Pengacaranya Khin Maung Zaw menepis tuduhan baru itu - yang bisa membuat Aung San Suu Kyi dihukum hukuman penjara yang lama. Ia menyebut tuduhan itu sebagai "tidak masuk akal".
Baca juga: Hari Ini Aung San Suu Kyi Hadapi Sidang, Berikut Kasus-kasus yang Dituduhkan Junta Myanmar padanya
"Ada latar belakang politik yang tak terbantahkan untuk menjauhkannya dari panggung negara dan mencoreng prestisenya," katanya kepada AFP pekan lalu.
"Itulah salah satu alasan untuk menjauhkannya dari panggung negara.”
Myanmar telah masuk ke dalam "bencana hak asasi manusia" sejak kudeta, kepala hak-hak asasi manusia PBB Michelle Bachelet mengatakan pada hari Jumat, kepemimpinan militer "bertanggung jawab " atas krisis.
Bachelet juga mengecam penangkapan besar-besaran terhadap aktivis, jurnalis, dan penentang rezim.
Mengutip sumber-sumber kredibel, setidaknya 4.804 orang masih berada dalam penahanan secara sewenang-wenang.(AFP/Channel News Asia)