TRIBUNNEWS.COM - Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan negaranya siap untuk mengekstradisi penjahat cyber ke Amerika Serikat secara timbal balik.
Melansir CNN, kantor berita TASS milik pemerintah Rusia melaporkan hal ini, pada Minggu (13/6/2021).
Diwartakan TASS, Putin berbicara kepada saluran TV pemerintah Rossiya-1 bahwa baik Rusia dan AS harus "mengambil komitmen yang sama".
"Rusia secara alami akan melakukan itu (mengekstradisi) tetapi hanya jika pihak lain, dalam hal ini Amerika Serikat, setuju dengan sama dan juga akan mengekstradisi penjahat terkait ke Federasi Rusia."
Baca juga: Presiden AS Joe Biden Menolak Berdampingan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin Saat Jumpa Pers
Baca juga: Kena Serangan Cyber, Perusahaan Pengolahan Daging JBS Bayar Rp 156,8 Miliar sebagai Tebusan
Pernyataan Putin datang menjelang pertemuan puncak yang dijadwalkan pada 16 Juni 2021 dengan Presiden AS Joe Biden di Jenewa.
Biden mengatakan pada Minggu (13/6/2021) di konferensi pers G7 bahwa akan merespon komentar Putin sebelumnya.
Presiden AS tersebut mengakui bahwa negosiasi mungkin bisa dilakukan, tetapi waspada terhadap Presiden Rusia yang pernah mengubah perilakunya.
Baca juga: Produksi Daging di Amerika Utara & Austalia Terganggu, JBS Brasil Salahkan Rusia atas Serangan Cyber
Baca juga: Perusahaan Pemasok Daging Terbesar di Dunia, JBS Jadi Sasaran Serangan Cyber
Selama konferensi pers pada Rabu (9/6/2021) , juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price mengatakan bahwa "masalah serangan ransomware" akan dibahas selama pertemuan antara kedua pemimpin di Jenewa.
"Kami telah mengangkat masalah serangan ransomware dengan sejumlah negara dan itu termasuk Rusia," ucap Price.
"Seperti yang Anda dengar dari Gedung Putih, bahwa aktivitas ini akan menjadi topik ketika kedua presiden bertemu minggu depan di Jenewa," tega Price.
Selama wawancara dengan Rossiya-1, Presiden Rusia mengatakan dia berharap pertemuannya dengan Biden dapat memulihkan hubungan antara Rusia dan Amerika Serikat.
TASS melaporkan, Putin juga berharap kedua negara dapat membangun "menjalankan mekanisme" untuk dialog langsung tentang "bidang yang menjadi kepentingan bersama," termasuk konflik regional, kerjasama ekonomi dan perlindungan lingkungan.
"Secara umum, ada sesuatu untuk dibicarakan dan ada masalah umum untuk didiskusikan," tambah Presiden Rusia.
Pada Kamis (10/6/2021) sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki mengatakan kepada "CBS This Morning" bahwa Biden akan mengangkat beberapa masalah yang menjadi perhatian selama pertemuannya dengan Putin.
"Fokus Presiden adalah menyampaikan pesan yang penting bagi rakyat Amerika dan menggunakan pertemuan ini sebagai kesempatan untuk memajukan kepentingan kita," kata Psaki.
"Presiden akan mengangkat area di mana dia memiliki perhatian - apakah itu serangan ransomware atau agresi di perbatasan Ukraina, atau pelanggaran hak asasi manusia. Tapi, ada juga area yang kami pikir dapat kami kerjakan bersama," tambahnya.
Baca juga: Tanggapi Ucapan Maaf Haikal Hassan Usai Kritik Soal Haji, Cyber Indonesia: Maaf Tak Hapus Perbuatan
Kena Serangan Cyber, JBS Bayar Uang Tebusan Rp 156,8 Miliar
Diberitakan sebelumnya, perusahaan pengolahan daging terbesar di dunia, JBS yang terkena serangan cyber beberapa waktu lalu, kini telah membayar uang tebusan sebesar 1 juta dolar Amerika atau setara dengan Rp 156,8 miliar.
Jaringan komputer di JBS telah diretas minggu lalu, pihak terkait lantas menutup sementara beberapa operasi di Australia, Kanada, dan AS.
Melansir BBC, JBS mengatakan perlu membayar (uang tebusan) untuk melindungi pelanggannya.
Baca juga: Produksi Daging di Amerika Utara & Austalia Terganggu, JBS Brasil Salahkan Rusia atas Serangan Cyber
Baca juga: Perusahaan Pemasok Daging Terbesar di Dunia, JBS Jadi Sasaran Serangan Cyber
Dalam serangan ransomware, peretas masuk ke jaringan komputer dan mengancam akan menyebabkan gangguan atau menghapus file, kecuali tebusan dalam mata uang kripto dibayarkan.
Pembayaran uang tebusan itu dilaporkan dilakukan menggunakan Bitcoin setelah pabrik kembali online.
"Ini adalah keputusan yang sangat sulit yang dibuat bagi perusahaan kami dan bagi saya secara pribadi," kata CEO JBS Andre Nogueira.
Baca juga: Strategi Jitu New York Menarik Wisatawan Jepang Vaksinasi di Amerika Serikat
Baca juga: Massa Pro-Palestina di Washington Minta AS Hentikan Bantuan ke Israel hingga Ancam Lawan Politisi
Perusahaan menambahkan bahwa mereka membayar uang itu karena serangan tersebut 'sangat canggih'.
Meski menerima serangan cyber, sebagian besar pabriknya tetap beroperasi.
Namun, perusahaan terpaksa menghentikan penyembelihan sapi di semua pabriknya di AS selama sehari.
Gangguan itu mengancam pasokan pangan dan mempertaruhkan harga pangan yang lebih tinggi bagi konsumen.
Gedung Putih mengatakan bahwa organisasi kriminal "kemungkinan berbasis di Rusia" berada di balik serangan itu.
Colonial Pipeline Jadi Korban Serangan Cyber
Bulan lalu, pengiriman bahan bakar di tenggara AS lumpuh selama beberapa hari setelah serangan ransomware menargetkan Colonial Pipeline.
Penyelidik mengatakan bahwa serangan itu juga terkait dengan kelompok yang memiliki hubungan dengan Rusia.
Colonial Pipeline telah mengkonfirmasi bahwa mereka membayar $ 4,4 juta (£ 3,1 juta) sebagai tebusan kepada geng penjahat dunia maya yang bertanggung jawab.
Berita lain terkait Kejahatan Cyber
Berita lain terkait dengan Vladimir Putin
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)