Ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bersiap untuk memulai studi fase kedua tentang asal-usul COVID-19, China berada di bawah tekanan untuk memberi penyelidik lebih banyak akses di Wuhan.
China telah berulang kali membantah laboratorium itu bertanggung jawab, dengan mengatakan Amerika Serikat dan negara lain berusaha mengalihkan perhatian dari kegagalan mereka sendiri untuk menahan virus.
Yanzhong Huang, rekan senior untuk kesehatan global di Council on Foreign Relations di Washington, mengatakan kurangnya keterbukaan China adalah faktor utama di balik kebangkitan teori kebocoran laboratorium.
"Tidak ada yang benar-benar baru di sana untuk membuktikan hipotesis tersebut," katanya dikutip dari Channel News Asia.
"Dalam penyelidikan asal usul pandemi, sangat penting memiliki transparansi untuk membangun kepercayaan pada hasil penyelidikan," lanjutnya.
Baca juga: Lebih dari 700 Jenazah di Bandung Telanjur Dimakamkan secara Covid-19, Ternyata Tak Terpapar Corona
Baca juga: Negara G7 Janjikan 1 Miliar Dosis Vaksin Covid Selama 12 Bulan ke Depan
Tabloid Global Times, bagian dari kelompok surat kabar People's Daily Partai Komunis yang berkuasa, mengatakan pada Rabu (26/5/2021) malam bahwa jika teori kebocoran laboratorium akan diselidiki lebih lanjut, Amerika Serikat juga harus mengizinkan penyelidik masuk ke fasilitasnya sendiri, termasuk laboratorium di Fort Detrick.
"Sangat jelas mereka mencoba menginternasionalkan jalan keluar dari kemacetan yang mereka hadapi," kata Jamie Metzl, rekan senior di wadah pemikir Dewan Atlantik, yang telah berkampanye untuk penyelidikan independen baru.
Sebuah studi gabungan China-WHO yang diterbitkan pada bulan Maret mengatakan bahwa sangat tidak mungkin SARS-CoV-2 bocor dari laboratorium.
Menurut mereka, kemungkinan besar virus corona menyebar dari kelelawar ke manusia melalui spesies perantara yang belum teridentifikasi.
China juga terus menunjukkan kemungkinan bahwa COVID-19 berasal dari negara lain dan masuk melalui makanan beku yang terinfeksi atau melalui jaringan perdagangan satwa liar Asia Tenggara.
"Pandemi dimulai di China. Mari kita mulai dengan penyelidikan penuh di sana dan berkembang seperlunya. Singkatnya, ini (pernyataan dari kedutaan) adalah penghinaan yang keterlaluan bagi setiap orang yang telah meninggal akibat tragedi mengerikan ini dan keluarga mereka," kata Metzl.
Sementara itu, Huang dari CFR mengatakan penyelidikan lebih lanjut tentang asal usul COVID-19 berada pada kebuntuan.
"Idealnya Anda ingin China menjadi lebih kooperatif dan lebih transparan," kata Huang.
"Tapi sekarang masalah tersebut telah menjadi sangat politis, dengan taruhan penyelidikan yang begitu tinggi," lanjutnya.
Berita lain seputar Virus Corona
(Tribunnews.com/Rica Agustina)