TRIBUNNEWS.COM - Rangkuman berita populer Tribunnews di kanal Internasional dalam 24 jam terakhir.
Pria dengan 39 istri dan 94 anak yang tinggal dalam satu rumah, telah meninggal dunia di usia 76 tahun.
Soal KTT G7, China mengecam pernyataan bersama para pemimpin G7 yang mengritik Beijing atas berbagai masalah, sebagai campur tangan kotor dalam urusan internal negara itu dan mendesak kelompok itu untuk berhenti memfitnah China.
Sementara itu, Duta Besar Rusia untuk China Andrey Denisov tidak melihat adanya perang pecah antara China, Rusia dan AS, tetapi jika itu terjadi, maka itu akan "memusnahkan seluruh umat manusia."
Mengenai penanganan pandemi, Doktor Ahli Penyakit Menular Universitas Kedokteran Jepang, Yoshihiro Kitamura, menekankan perlunya vaksinasi Covid-19 dilakukan setiap tahun selama 3 tahun.
1. Pria asal India yang Memiliki 39 Istri dan 94 Anak Meninggal Dunia di Usia 76 Tahun
Pria dengan 39 istri dan 94 anak yang tinggal dalam satu rumah, telah meninggal dunia di usia 76 tahun.
Dilansir Mirror, Ziona Chana (76) sempat merasa tidak enak badan dan tidak bisa makan pada hari-hari menjelang kematiannya di sebuah rumah sakit di Aizawl, India, pada Minggu (13/6/2021), media lokal melaporkan.
Ziona Chana adalah pemimpin sekte Kristen Chana, yang mengizinkan anggota laki-lakinya berpoligami.
Chana pawl dikatakan memiliki sekitar 400 keluarga sebagai pengikutnya.
Seluruh keluarga Ziona tinggal di sebuah bangunan dengan 100 kamar, empat lantai.
Rumah itu terletak di desa terpencil Baktawng Tlangnuam.
Baca juga: Virus Covid-19 Varian Delta dari India Dua Kali Lebih Besar Membuat Orang Dirawat Inap
Baca juga: India Laporkan 70.421 Kasus Baru Covid-19, Terendah Sejak 31 Maret
Ziona juga memiliki 14 menantu perempuan, 33 cucu, dan satu cicit, lapor New Indian Express.
Pada 2011, Ziona dan keluarganya ditampilkan dalam 11 cerita paling aneh tahun ini dari Ripley's Believe It or Not.
2. Pejabat Rusia Peringatkan Konflik antara China dan Amerika Serikat akan 'Menghancurkan Umat Manusia'
Duta Besar Rusia untuk China Andrey Denisov tidak melihat adanya perang pecah antara China, Rusia dan AS, tetapi jika itu terjadi, maka itu akan "memusnahkan seluruh umat manusia."
Dilansir Newsweek, menurut Andrey Denisov, ketika hubungan Amerika Serikat dengan Rusia dan China memburuk, Rusia-China semakin dekat.
Rusia dan China telah membantah bahwa ada rencana saat ini untuk aliansi militer.
Tetapi keduanya tidak menutup kemungkinan untuk bersatu.
Denisov mengatakan kepada Global Times, outlet media yang dikelola pemerintah China, bahwa dia tidak akan menjawab pertanyaan hipotetis apakah Rusia akan mendukung China dalam perang dengan AS.
Baca juga: Vladimir Putin: Rusia Siap Mengekstradisi Penjahat Cyber ke Amerika
Baca juga: Presiden AS Joe Biden Menolak Berdampingan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin Saat Jumpa Pers
"Saya yakin bahwa tidak akan ada konflik bersenjata antara China dan AS, sama seperti tidak akan ada konflik bersenjata antara Rusia dan AS," kata Denisov.
"Karena konflik seperti itu akan memusnahkan seluruh umat manusia, dan kemudian tidak ada gunanya memihak."
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada Oktober 2020 bahwa "sangat mungkin untuk membayangkan" aliansi militer antara Rusia dan China, tetapi itu tidak perlu pada saat itu.
3. China Kecam Pernyataan Kelompok G7, Sebut Amerika Punya Niat Jahat
China mengecam pernyataan bersama para pemimpin G7 yang mengritik Beijing atas berbagai masalah, sebagai campur tangan kotor dalam urusan internal negara itu dan mendesak kelompok itu untuk berhenti memfitnah China.
Kedutaan China di London mengatakan pada Senin (14/6/2021) bahwa pihaknya sangat tidak puas dan dengan tegas menentang penyebutan Xinjiang, Hong Kong dan Taiwan yang mendistorsi fakta situasi dan mengungkap "niat jahat dari beberapa negara seperti Amerika Serikat".
Melansir Al Jazeera, pada Minggu (13/6/2021) para pemimpin G7 menyinggung soal hak asasi manusia di sebagian besar wilayah Muslim Xinjiang, menyerukan Hong Kong untuk menjaga otonomi tingkat tinggi, dan menggarisbawahi pentingnya perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan – semuanya merupakan isu sangat sensitif untuk Beijing.
Baca juga: Adu Mulut Soal Irlandia Utara di G7, Boris Johnson Sindir Wine Tua yang Dibawa Macron
Baca juga: Gubernur Tokyo Senang Para Pemimpin G7 Dukung Penyelenggaraan Olimpiade Jepang
Pandemi COVID-19 yang masih berkecamuk dan ekonomi global yang lesu, komunitas internasional membutuhkan persatuan dan kerja sama semua negara daripada politik kekuatan "klik" yang menabur perpecahan, kata kedutaan.
Ia menambahkan bahwa China adalah negara cinta damai yang menganjurkan kerja sama, tetapi juga memiliki intinya.
"Urusan internal China tidak boleh diintervensi, reputasi China tidak boleh difitnah, dan kepentingan China tidak boleh dilanggar," tambahnya.
"Kami akan dengan tegas membela kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunan nasional kami, dan dengan tegas melawan semua jenis ketidakadilan dan pelanggaran yang dikenakan pada China."
Baca juga: Jelang Dua Juta Kasus Positif Covid-19, Indonesia Jadi Sorotan Media China dan Vietnam
Baca juga: China Peringatkan Negara G-7: Kelompok Kecil Tidak Menguasai Dunia
Melawan Tiongkok
Di lain pihak, pemerintah Taiwan menyambut baik pernyataan G7, dengan mengatakan pulau yang diklaim China akan menjadi "kekuatan untuk kebaikan" dan bahwa mereka akan terus mencari dukungan internasional yang lebih besar lagi.
Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan pernyataan yang dibagikan pada Minggu (13/6/2012) dari G7 adalah langkah maju yang signifikan bagi kelompok itu ketika para pemimpin berkumpul di sekitar kebutuhan untuk "melawan dan bersaing" dengan China pada tantangan mulai dari menjaga demokrasi hingga perlombaan teknologi.
4. Ahli Penyakit Menular Jepang Ungkap Vaksinasi Covid-19 Sebaiknya Dilakukan Setiap Tahun
Doktor Ahli Penyakit Menular Universitas Kedokteran Jepang, Yoshihiro Kitamura, menekankan perlunya vaksinasi Covid-19 dilakukan setiap tahun selama 3 tahun.
"Keampuhan vaksin terutama Pfizer memang bagus, tetapi belum 100 persen, masih 90-an persen. Jadi perlu divaksinasi lagi setiap tahun selama 3 tahun mendatang. Itu yang terbaik," papar Kitamura, Selasa (15/6/2021).
Belum lama ini CEO Pfizer Albert Bourla juga menyarankan bahwa setelah vaksinasi dosis kedua, sekitar 8-12 bulan kemudian kalau bisa divaksinasi lagi untuk menjaga kekebalan tubuh tetap baik.
"CEO Pfizer memang pintar sekali marketingnya. Tetapi memang benar apa yang dia katakan. Setelah vaksinasi kedua perlu untuk vaksinasi lagi setiap tahunnya, kalau bisa sampai tiga tahun mendatang berturut-turut," tambah Kitamura.
Selain itu juga dibutuhkan persiapan obat-obatan untuk mengantisipasi jika jatuh sakit walaupun telah divaksinasi covid-19.
Baca juga: Wapres Tinjau Pemberian Vaksin di Tangsel dan Tangerang: Targetkan 1 Juta Vaksinasi per Hari
"Sama seperti flu, terkadang kita jatuh sakit lagi, makanya perlu minum obat anti flu juga nantinya," ungkapnya lebih lanjut.
Oleh karena itu meskipun kita telah divaksinasi dua kali, diharapkannya masyarakat tetap harus menjalankan protokol kesehatan dengan baik.
(Tribunnews.com)