Baca juga: PROFIL Ebrahim Raisi, Presiden Baru Iran, Seorang Hakim Agung, Dituduh Terlibat Eksekusi Massal 1988
Kesepakatan Nuklir
Diblokirnya situs-situs itu terjadi di tengah ketegangan yang meningkat antara AS dan Iran yang hendak membicarakan ulang kesepakatan nuklir.
Seperti yang diketahui, ulama garis keras anti-Barat Ebrahim Raisi, baru saja terpilih sebagai Presiden Republik Islam itu.
Hubungan antara Iran dan AS telah tegang selama beberapa tahun, setelah mantan Presiden AS Donald Trump meninggalkan kesepakatan nuklir Iran pada 2018, dan memberlakukan kembali sanksi ekonomi yang melumpuhkan terhadap Iran.
Di bawah kesepakatan penting itu, sanksi-sanksi itu dicabut selama Iran membatasi kegiatan nuklirnya.
Meskipun Presiden AS saat ini Joe Biden ingin bergabung kembali dengan kesepakatan itu, kedua belah pihak mengatakan pihak lain harus membuat langkah pertama.
Pada Minggu (20/6/2021), pembicaraan putaran keenam tentang kesepakatan nuklir itu diadakan di Wina antara utusan untuk Iran dan enam negara anggota, yaitu AS, Inggris, Prancis, China, Rusia dan Jerman.
Akan tetapi, negosiasi ditunda.
Akses Informasi di Iran
Semua stasiun berita Iran dikelola oleh pemerintah, tanpa adanya stasiun televisi atau radio swasta.
Parabola juga ilegal, meskipun sering terlihat.
Di masa lalu, polisi Iran menggunakan anjungan kerja untuk menjelajahi balkon warga, dan menghancurkan parabola sebagai unjuk kekuatan.
Sebelumnya pada bulan Oktober, AS menyita 92 situs web yang disebut digunakan oleh Korps Pengawal Revolusi Islam (IRGC) Iran untuk menyebarkan disinformasi politik.
Pemerintah Iran tidak memberikan komentar resmi sebagai tanggapan atas langkah tersebut, tetapi media di negara itu menuduh AS melakukan penyensoran.
"Apakah ini contoh lain dari kebebasan pers AS di mana jika DC tidak menyukai apa yang Anda katakan, domain Anda akan disita?" cuit pembawa acara Press TV kelahiran Amerika, Marzieh Hashemi.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Berita lainnya dari Iran