TRIBUNNEWS.COM - Warga Kuba melakukan aksi protes di seluruh negeri untuk pertama kalinya dalam lebih dari enam dekade, The Wall Street Journal melaporkan.
Warga memprotes pemerintah terkait kondisi kehidupan yang memburuk dan kurangnya pasokan barang dan jasa, termasuk perawatan medis di tengah meningkatnya jumlah infeksi virus corona.
Protes dengan ribuan orang menyerukan diakhirinya rezim komunis berusia 62 tahun itu, dimulai hari Minggu (11/7/2021) di kota barat San Antonio de los Baños, kemudian menyebar ke lebih dari 40 kota besar dan kecil termasuk Ibu Kota Havana.
Presiden Miguel Díaz-Canel mengerahkan pasukan keamanan di seluruh negeri. Pemerintahan juga mengganggu komunikasi.
Setelah jam 4 sore waktu setempat pada hari Minggu, perusahaan Etecsa yang dikelola negara, yang memonopoli telepon dan jaringan negara itu, menghentikan layanan internet.
Baca: Miguel Díaz Canel Jadi Presiden Kuba Pertama yang Bukan Berasal dari Keluarga Castro
Baca: Kuba Luncurkan 2 Vaksin Covid-19 yang Masih dalam Uji Klinis
Di Havana, pasukan negara berbondong-bondong pada Minggu malam, termasuk brigade reaksi cepat dan militan Partai Komunis bersenjatakan tongkat berat.
Beberapa pengunjuk rasa diserang dan lebih dari 100 ditangkap, menurut aktivis.
Minggu lalu, ratusan warga Kuba berbaris di luar kantor polisi untuk mencari kerabat yang hilang yang keberadaannya tidak diketahui.
Kementerian Dalam Negeri Kuba mengatakan, satu orang tewas pada Senin ketika sekelompok pengunjuk rasa menyerang sebuah kantor polisi di sebuah kota dekat Havana.
Dikatakan sejumlah orang terluka dalam insiden itu, termasuk pejabat polisi.
Dalam upaya untuk meredakan ketegangan dan mengatasi kekurangan pasokan makanan, obat-obatan dan produk penting lainnya, Perdana Menteri Manuel Marrero mengumumkan bahwa barang-barang yang dibawa masuk oleh pengunjung tidak akan lagi dikenakan bea masuk.
Dilansir WSJ, ini 6 fakta mengenai aksi protes di Kuba.