TRIBUNNEWS.COM, AS - Kasus COVID-19 di Amerika Serikat (AS) meningkat tiga kali lipat dalam dua minggu terakhir ini.
Peningkatan kasus Covid-19 terjadi di tengah gencarnya salah informasi (misinformation) tentang vaksin yang membuat rumah sakit mulai kewalahan, melelahkan para dokter dan mendorong tokoh-tokoh agama kini bersuara.
“Staf kami, mereka frustrasi,” ujar Chad Neilsen, Direktur Pencegahan Penularan Penyakit di UF Health Jacksonville, sebuah rumah sakit di Florida.
UF Health Jacsonville terpaksa membatalkan operasi dan prosedur elektif lain setelah melonjaknya jumlah pasien yang umumnya belum divaksinasi COVID-19 di dua kampus, dari 16 kasus pada pertengahan Mei lalu menjadi 134 kasus.
“Mereka lelah. Mereka pikir ini seperti deja-vu, dan ada kemarahan, karena kita tahu ini situasi yang umumnya dapat dicegah. Namun, orang-orang tidak memanfaatkan vaksin.” tambahnya.
Baca juga: Kronologi Jenazah Korban Covid-19 Ditolak Warga hingga 5 Kali, Tinggalkan Wasiat
John Hopkins Universitasy mencatat di seluruh Amerika Serikat (AS), rata-rata kasus harian baru selama dua minggu terakhir melesat dari kurang 13.700 kasus pada 6 Juli lalu menjadi lebih dari 37.000 kasus.
Sejumlah pejabat kesehatan menyalahkan varian Delta dan lambatnya laju vaksinasi sebagai penyebab lonjakan itu.
Menurut Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Centers for Disease Control/CDC), hanya 56,2 persen warga AS yang telah mendapatkan sedikitnya satu dosis vaksin.
Kalangan Muda
Di Louisiana, pejabat-pejabat kesehatan, Rabu (21/7/2021), melaporkan 5.388 kasus baru COVID-19 atau yang kasus harian baru ketiga tertinggi sejak mulai merebaknya virus mematikan ini pada Maret 2020.
Jumlah layanan rawat inap di rumah sakit di seluruh AS uga naik, dari 600 pada pertengahan Juni, menjadi 844 kasus.
Utah melaporkan 295 orang dirawat di rumah sakit karena virus ini, yang tertinggi sejak Februari lalu.
Seminggu terakhir ini negara bagian itu memiliki rata-rata sekitar 622 kasus per hari atau sekitar tiga kali lipat dibanding penularan pada titik terendah awal Juni lalu.
Data kesehatan menunjukkan lonjakan umumnya terjadi pada orang-orang yang tidak divaksinasi
“Ini seperti melihat kecelakaan mobil sebelum terjadi,” ujar Dr. James Williams, seorang profesor klinis kedokteran darurat di Texas Tech, yang baru-baru ini mulai merawat lebih banyak lagi pasien COVID-19.
“Tidak ada di antara kami yang ingin mengalami hal ini lagi," imbuhnya.
Ditambahkannya, sebagian besar pasien COVID-19 kali ini adalah mereka yang berusia 20, 30 dan 40 tahunan, dan tidak divaksinasi.
Tokoh Agama Bergerak
Sebagai pendeta utama di salah satu gereja terbesar di Missouri, Jeremy Johnson telah mendengar alasan mengapa sebagian jemaahnya tidak ingin divaksinasi COVID-19.
Ia ingin mereka tahu bahwa vaksinasi tidak saja OK, tetapi juga dianjurkan dalam Alkitab.
“Saya pikir ada pengaruh ketakutan yang besar,” ujar Johnson yang gerejanya berkantor di Springfield dan memiliki kampus di Nixa dan lainnya di Republic.
“Ketakutan untuk mempercayai sesuatu selain yang berasal dari kitab suci, ketakutan untuk mempercayai sesuatu selain dari partai politik yang lebih nyaman mereka ikuti. Takut mempelajari sains. Kami mendengar 'saya percaya pada Tuhan, bukan sains.' Namun, yang benar adalah sains dan Tuhan bukan sesuatu yang harus Anda pilih,” paparnya.
Kini banyak gereja di bagian barat daya Missouri, seperti Assembly of God yang berafiliasi dengan North Point Church membuka klinik-klinik vaksinasi.
Sekitar 200 pemimpin gereja juga telah menandatangani pernyataan yang menyerukan kepada umat Kristiani untuk divaksinasi, dan Rabu ini (21/7) mengumumkan kampanye layanan publik lanjutan.
Menurut laporan Pew Research Center pada 2019, kelompok yang menentang kuat vaksinasi umumnya adalah warga Evangelis-Protestan, yang mencakup lebih dari sepertiga warga Missouri.
Sementara itu Wali Kota New York Bill de Blasio, Rabu (21/7), mengatakan para pekerja di rumah sakit dan klinik kesehatan yang dikelola pemerintah kota itu disyaratkan untuk divaksinasi atau diuji COVID-19 setiap minggu.
Aturan itu dikeluarkan ketika pejabat-pejabat kota itu kembali berjuang mengatasi lonjakan kasus.
Perintah itu tidak berlaku untuk guru, polisi dan pegawai negeri sipil kota itu, tetapi merupakan bagian dari fokus untuk meningkatkan laju vaksinasi di tengah perebakan varian Delta.
Bagaimana di Indonesia?
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengajak tokoh agama, pimpinan Ormas Keagamaan, lembaga keagamaan dan seluruh elemen bangsa untuk menyukseskan program vaksinasi Covid-19.
Diantaranya dengan proaktif mendatangi pusat vaksinasi dan membantu memberikan pencerahan pada masyarakat secara luas.
"Program vaksinasi ini merupakan penjabaran dari ajaran agama kalau kita mau gali lebih dalam lagi," kata Menag saat menyambut kedatangan 8 juta dosis vaksin Sinovac secara virtual, Kamis (22/7/2021).
Program vaksinasi yang sedang dijalankan pemerintah, kata dia, sejalan dengan semangat beragama yakni menjaga keberlanjutan kehidupan.
Baca juga: Cara Daftar Vaksinasi Covid-19 Kabupaten Karanganyar, Berikut Syarat dan Jadwalnya
Karena setiap umat beragama wajib menjaga keberlangsungan hidup sebagai karunia Tuhan yang paling besar.
"Menjaga kehidupan adalah langkah yang paling mulia agar kita bisa selalu mengagungkan Tuhan," katanya.
Selain itu, Menag mengatakan meskipun program vaksinasi sudah dijalankan, masyarakat harus mematuhi protokol kesehatan.
Masyarakat tidak boleh lengah serta abai sedikit pun pada aturan yang telah ditetapkan pemerintah tersebut.
"Karena ini bertujuan untuk menjaga keselamatan dari bahaya Covid-19, pastikan setiap kita peduli terhadap lingkungan dengan saling mengingatkan pentingnya menjaga Prokes," katanya.
Sumber Berita: VOA Indonesia/Tribunnews.com