TRIBUNNEWS.COM – Sejumlah peneliti di Federasi Ilmuwan Amerika (FAS) Senin (26/8) menyebutkan, China sedang membangun pangkalan kedua untuk meluncurkan rudal nuklir di Provinsi Xinjiang.
Para peneliti yang berbasis di Amerika Serikat menemukan hal ini setelah menganalisis gambar satelit komersial.
Disebutkan, pangkalan itu terletak di dekat Kota Hami, Provinsi Xinjiang, lapangan dan mencakup sekitar 110 silo.
Lapangan baru itu berjarak sekitar 380 km (236 mil) dari pangkalan dekat kota Yumen di Provinsi tetangga Gansu.
Sebelumnya, pada awal bulan ini, sekelompok peneliti terpisah menemukan aktivitas pembangunan 120 silo rudal.
Baca juga: AS Khawatir Soal Ancaman Peningkatan Kekuatan Nuklir China
Baca juga: Rusia Bikin Lagi “Pesawat Kiamat”, Armada Udara Khusus Jika Terjadi Perang Total Nuklir
Peneliti FAS, Matt Korda dan Hans Kristensen mengatakan, Unit Roket pada Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) secara keseluruhan kini memiliki 250 silo yang sedang dibangun di Hami, Yumen, serta di tempat pelatihan dekat kota Jilantai di Mongolia Dalam.
Mereka mengatakan, jumlah tersebut menandai peningkatan yang signifikan.
Selama beberapa dekade ini, China hanya mengoperasikan 20 silo untuk bahan bakar cair Df-5 Intercontinental Ballistic Missiles (ICBM).
“Jumlah silo baru China yang sedang dibangun melebihi jumlah ICBM berbasis silo yang dioperasikan oleh Rusia, dan merupakan lebih dari setengah ukuran seluruh pasukan ICBM AS,” tulis mereka.
“Program silo rudal China merupakan konstruksi silo paling luas sejak konstruksi silo rudal AS dan Soviet selama Perang Dingin,” tambahnya.
Baca juga: Reaktor Nuklir di Jepang Beroperasi Melebihi 40 Tahun
Baca juga: Korea Utara Lakukan Reshuffle Pejabat, Analis: Ingin Fokus Urus Ekonomi, Bukan Program Nuklir
Namun, mereka menekankan bahwa tidak jelas bagaimana China akan mengoperasikan silo baru, apakah akan memuat semuanya dengan rudal atau menggunakan sebagian sebagai umpan kosong.
Mereka juga mencatat tidak diketahui berapa banyak hulu ledak yang akan dibawa oleh setiap rudal.
Namun, Korda dan Kristensen mengatakan, silo baru dapat memungkinkan China melipatgandakan persediaan hulu ledak nuklirnya, yang menurut sebagian besar ahli jumlahnya antara 250 dan 350 hulu ledak.
Namun Korda dan Kristensen mencatat bahwa meskipun China melipatgandakan cadangan nuklirnya, China belum dapat menyamai Rusia dan AS, yang masing-masing memiliki persediaan hulu ledak nuklir hampir 4.000.
“Terlepas dari berapa banyak silo yang pada akhirnya ingin diisi oleh China dengan ICBM, kompleks rudal baru ini merepresentasikan reaksi terhadap persaingan senjata di mana banyak pemain senjata nuklir (Rusia, India, dan AS) meningkatkan pasukan konvensional dan kemampuan nuklirnya serta pertahanan rudalnya,” kata mereka.
Baca juga: Pidato Pertama Raisi setelah Terpilih Jadi Presiden Iran: Janji akan Kembalikan Kesepakatan Nuklir
Baca juga: Soal Senjata Nuklir Korea Utara, Biden Peringatkan Takkan Beri Pengakuan Internasional seperti Trump
Sejauh ini, tidak ada tanggapan dari pemerintah China atas laporan baru tersebut, sebut Al Jazeera.
Tetapi tabloid milik negara Global Times Selasa (27/8) lalu mengatakan, beberapa orang di China telah menduga bahwa silo yang diklaim oleh AS mungkin merupakan fondasi pembangkit listrik tenaga angin.
Disebutkan bahwa media AS dan lembaga terkait menghebohkan silo China agar dapat menekan negara Tirai Bambu itu dan memberi AS alasan untuk meningkatkan persenjataan nuklirnya.
Tabloid itu juga menyebutkan bahwa Washington harus tahu bahwa pemberlakuan kebijakan AS yang menekan dan menyebabkan bentrokan strategi China-AS akan membuat China meningkatkan pembangunan pertahanan nuklirnya.
Al Jazeera menyebutkan, Pentagon tampaknya setuju dengan penilaian Korda dan Kristensen tentang perkembangan Hami dan Yumen adalah silo rudal.
Baca juga: Presiden Putin dan Xi Jinping Akan Saksikan Dimulainya Proyek Nuklir China-Rusia
Baca juga: Rudal Anti-pesawat Suriah Meleset dari Sasaran dan Meledak di Dekat Situs Nuklir Israel
"Ini adalah kedua kalinya dalam dua bulan publik mengetahui apa yang telah kami katakan selama ini tentang meningkatnya ancaman yang dihadapi dunia dan tabir kerahasiaan yang menyelimutinya," kata Komando Strategis AS dalam sebuah tweet pada hari Selasa.
AS telah berulang kali meminta China untuk bergabung dengannya dan Rusia dalam perjanjian baru pengendalian senjata.
Beijing telah menolak seruan itu, tetapi mengatakan akan mengadakan pembicaraan pengendalian senjata jika AS bersedia mengurangi jumlah persenjataan nuklirnya ke tingkat China. (Tribunnews.com/Aljazeera/Hasanah Samhudi)