TRIBUNNEWS.COM - Menteri Kesehatan Iran Saeed Namaki menyerukan lockdown selama dua pekan di bawah pengawasan angkatan bersenjata dan penegak hukum untuk mengekang penyebaran kasus Covid-19 di seluruh negeri.
Jabatan Saeed Namaki diprediksi akan berakhir setelah Ebrahim Raisi dilantik sebagai Presiden Iran pada Kamis (5/8/2021).
Dilansir Al Jazeera, Namaki mengatakan gelombang kelima infeksi virus corona yang melanda Iran kali ini didominasi oleh varian Delta.
Baca juga: Pejabat WHO Telusuri Mengapa Varian Delta Jauh Lebih Menular Dibanding Virus Corona Sebelumnya
Baca juga: Wabah Varian Delta Menyebar ke 15 Kota di China, Terdeteksi Pertama Kali pada 20 Juli 2021
Menurutnya, jika tidak segera ditangani kasus infeksi virus corona bisa menjadi bencana dan "tidak dapat diperbaiki".
"Meskipun mereka (penduduk Iran) divaksinasi, rekan kerja saya semua jatuh sakit karena lam tidak bisa tidur dan stres," katanya sembari memperingatkan soal sistem kesehatan negara itu yang bisa runtuh kapan saja.
Selain Namaki, Kepala di 65 universitas dan fakultas kedokteran seluruh negeri juga menyerukan lockdown lewat sepucuk surat yang dikirim kepada Presiden Hassan Rouhani pekan lalu.
Sementara itu, hingga saat ini lebih dari 3,9 juta kasus telah tercatat sejak Iran melaporkan kasus pertama pada Februari 2020, lebih dari 91.000 orang telah kehilangan nyawa mereka akibat pandemi global.
Pada Minggu (1/8/2021) saja, Kemenkes Iran mengatakan ada tambahan 366 orang meninggal karena Covid-19, jumlah ini dilaporkan melonjak 38 persen dibanding sepekan sebelumnya.
Lebih dari 32.500 kasus yang baru ditemukan yang diumumkan pada Minggu berada di antara beberapa yang tertinggi di dunia, dan juga menunjukkan peningkatan 32 persen dibandingkan dengan minggu sebelumnya.
Baca juga: Lembaga Eijkman Koreksi Dua Kasus di Jambi, Bukan Varian Delta Plus
Baca juga: Mengenal Perbedaan Varian Covid-19, dari Alpha, Beta hingga Delta Plus, Mana yang Lebih Berbahaya?
Lockdown dilonggarkan
Iran telah berkali-kali memberlakukan lockdown dan penutupan sementara di seluruh negeri sejak pandemi terdeteksi.
Namun, sebagian lockdown telah dilonggarkan.
Pemerintah menempatkan ibu kota Teheran dan negara tetangga Alborz di bawah penguncian total selama enam hari pada akhir Juli kemarin.
Sebagian besar dianggap tidak ada gunanya karena hampir tidak ada bisnis yang ditutup dan pembatasan perjalanan dilanggar di tengah penegakan protokol yang rendah.
Situasinya menjadi jauh lebih buruk sejak itu, tetapi pejabat kesehatan telah memperingatkan bahwa gelombang infeksi kelima belum mencapai puncaknya.
Baca juga: Kemenkes : Varian Delta Menyebar Hampir Merata di Seluruh Indonesia
Baca juga: Sebulan Terakhir Covid-19 Global Naik 80 Persen Akibat Varian Delta
Juru bicara satuan tugas anti-coronavirus nasional Alireza Raisi mengatakan pada Sabtu (31/7/2021) bahwa 29 dari 31 provinsi Iran sekarang dalam pergolakan melawan varian Delta dan tempat tidur rumah sakit dengan cepat diisi.
Ratusan kota di seluruh negeri sekarang diklasifikasikan "merah" dalam skala kode warna yang menunjukkan tingkat keparahan wabah.
Raisi juga mengatakan kepatuhan terhadap protokol kesehatan yang mengharuskan penggunaan masker wajah dan menjaga jarak fisik telah turun menjadi di bawah 40 persen di seluruh negeri sementara itu berdiri di atas 70 persen kurang dari dua bulan lalu.
Terlepas dari kesulitan lain, menerapkan penguncian paksa selama dua minggu di seluruh negeri pasti menantang bagi otoritas Iran karena orang dan bisnis berada di bawah tekanan ekonomi yang sangat besar.
Baca juga: Covid-19 Varian Delta Menyebar di China, Bermula dari Nanjing
Baca juga: Kasus Covid-19 Dunia Didominasi Varian Delta, CDC: Perang Telah Berubah
Berdasarkan data yang dihimpun worldometers.info, secara global Iran ada di urutan ke-12 dengan 3.940.708 kasus virus corona dengan pasien sembuh mencapai 3.404.533.
Per Senin (2/8/2021), Iran sudah melaporkan 91.407 kematian akibat Covid-19 dan 444.768 kasu aktif.
Berita lain terkait Virus Corona dan Varian Delta
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)