TRIBUNNEWS.com - Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, mengumumkan darurat militer pada Selasa (3/12/2024) malam, buntut isu pemakzulan terhadap dirinya.
Ia menuduh oposisi melakukan "kegiatan anti-negara yang merencanakan pemberontakan."
"Darurat militer ditujukan untuk memberantas pro-Korea Utara dan melindungi tatanan kebebasan konstitusional," ungkapnya, Selasa, dalam pidato yang disiarkan di televisi, dilansir Yonhap.
Pengumuman ini disampaikan Yoon setelah Partai Demokrat, partai oposisi, mengajukan rancangan undang-undang anggaran yang diperkecil ke komite anggaran parlemen, serta mengajukan mosi pemakzulan.
Namun, usulan Yoon itu mendapat penolakan dari mayoritas Majelis Nasional pada Rabu (4/12/2024).
Anggota parlemen memberikan suara mereka untuk menuntut Yoon mencabut darurat militer.
Baca juga: Presiden Korea Selatan Akan Cabut Status Darurat Militer, Semua Pasukan Telah Ditarik
Berdasarkan konstitusi, darurat militer harus dicabut apabila mayoritas parlemen menghendakinya.
Tak lama setelah penolakan dari Majelis Nasional, Yoon mengumumkan pencabutan darurat militer, Rabu pagi, enam jam setelah pernyataannya sebelumnya.
Yoon berdalih, keputusannya mengumumkan darurat militer karena ingin menyelamatkan negara dari pihak-pihak komunis.
"(Selasa) pukul 11 malam tadi, saya nyatakan darurat militer dengan tekad bulat untuk menyelamatkan bangsa dari kekuatan anti-negara yang berupaya melumpuhkan fungsi penting bangsa dan tatanan konstitusional demokrasi," urai dia.
Namun, lanjut Yoon, karena ada desakan dari Majelis Nasional, ia pun mematuhi mencabut darurat militer.
Ia juga mengaku sudah menarik pasukan yang dimobilisasi untuk melaksanakan urusan darurat militer, kembali ke pangkalan masing-masing.
Meski demikian, Yoon menyindir Majelis Nasional untuk menghentikan kegiatan-kegiatan "menjijikkan" yang menurutnya melumpuhkan fungsi-fungsi nasional, termasuk upaya pemakzulan terhadap pejabat pemerintah.
Pasca-pencabutan darurat militer, kritik terhadap Yoon dari anggota oposisi meningkat.