News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Soal Perubahan Iklim, Ilmuwan: Dunia Bahkan Kehabisan Waktu untuk Memperlambatnya

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dalam file foto yang diambil pada 18 September 2019 ini, hotel dan resor Marina Bay Sands diselimuti kabut asap kebakaran hutan Indonesia di Singapura. Kelaparan, kekeringan, dan penyakit akan menimpa puluhan juta orang lagi dalam beberapa dekade, menurut rancangan penilaian PBB yang memaparkan konsekuensi kesehatan manusia yang mengerikan dari planet yang memanas. Setelah tahun pandemi yang membuat dunia berbalik, laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim yang akan datang menawarkan visi yang menyedihkan dari beberapa dekade yang akan datang: kekurangan gizi, kerawanan air, penyakit sampar.

TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Para ilmuwan yang menulis laporan dalam Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) mengatakan bahwa untuk memperlambat perubahan iklim seperti yang terjadi saat ini, 'dunia kehabisan waktu'.

Perlu diketahui, tingkat gas rumah kaca di atmosfer saat ini sudah cukup tinggi untuk menjamin gangguan iklim selama beberapa dekade, bahkan berabad-abad mendatang.

Menurut laporan tersebut, jika dunia secara drastis mengurangi emisi dalam dekade berikutnya, suhu rata-rata masih bisa naik 1,5 derajat Celcius pada  2040 dan mungkin 1,6 derajat Celcius pada 2060, sebelum akhirnya stabil.

Sedangkan jika dunia tidak mengurangi emisi secara dramatis, namun melanjutkan pemakaian batu bara dan bahan bakar fosil seperti saat ini, kenaikan suhu rata-rata bisa menjadi 2,0 derajat Celcius pada 2060 dan 2,7 derajat Celcius pada akhir abad ini.

Dikutip dari laman Channel News Asia, Selasa (10/8/2021), planet bumi sebenarnya belum 'sehangat' itu sejak Zaman Pliosen yakni kira-kira 3 juta tahun yang lalu, saat nenek moyang pertama manusia muncul, dan lautan lebih tinggi 25 meter dibandingkan saat ini.

Namun itu bisa menjadi lebih buruk, jika pemanasan memicu putaran umpan balik yang akhirnya melepaskan lebih banyak emisi karbon dan memicu pemanasan iklim.

Ini dapat berdampak pada mencairnya lapisan es Kutub Utara atau kerusakan hutan secara global.

Di bawah skenario emisi tinggi ini, bumi dapat 'memanggang' pada suhu 4,4 derajat Celcius di atas rata-rata pra-industri pada tahun 2081-2100.

Seperti yang disampaikan rekan penulis IPCC yang juga seorang Ilmuwan Iklim di Imperial College London, Joeri Rogelj.

"Kita telah mengubah planet kita, dan beberapa dari perubahan itu harus kita jalani selama berabad-abad dan ribuan tahun yang akan datang," kata Rogelj.

Baca juga: Perubahan iklim: Mengapa kebijakan China soal iklim penting bagi negara lain, termasuk Indonesia?

Pertanyaannya saat ini adalah berapa banyak 'perubahan yang tidak dapat diubah' namun bisa dihindari semua negara di dunia?

"Kita masih punya pilihan untuk memperlambat, bersiap dan beradaptasi menghadapi perubahan iklim ini," jelas Rogelj.

Panel Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tentang perubahan iklim telah mengeluarkan peringatan 'mengerikan' pada hari Senin kemarin bahwa dunia kini sangat dekat dengan pemanasan yang tidak terkendali dan manusia 'benar-benar' harus disalahkan atas perubahan iklim ini.

Para ilmuwan memperingatkan dalam laporan dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) bahwa tingkat gas rumah kaca di atmosfer saat ini sudah cukup tinggi untuk menjamin gangguan iklim selama beberapa dekade bahkan berabad-abad. 

Gangguan iklim tersebut tidak termasuk gelombang panas yang mematikan, badai raksasa dan cuaca ekstrem lainnya yang kini sedang terjadi dan kemungkinan akan berubah menjadi lebih parah.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB António Guterres pun menggambarkan laporan itu sebagai 'kode merah untuk kemanusiaan'.

Ia mendesak diakhirinya penggunaan batu bara dan bahan bakar fosil lainnya yang sangat berpolusi.

"Lonceng alarm sangat kencang di telinga kita, laporan ini seharusnya membunyikan 'lonceng kematian' untuk batu bara dan bahan bakar fosil sebelum mereka menghancurkan planet kita ini," kata Guterres dalam sebuah pernyataan.

Laporan IPCC ini muncul hanya tiga bulan sebelum dimulainya konferensi iklim utama PBB yang dikenal sebagai COP26 di Glasgow, Skotlandia.

Dalam COP26 itu, negara-negara akan berada di bawah tekanan untuk menandatangani perjanjian aksi iklim yang jauh lebih ambisius.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini