TRIBUNNEWS.COM, TEHERAN - Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan pada hari Rabu (11/8/2021) bahwa menghentikan Covid-19 adalah prioritas mendesak. Ia menyerukan lebih banyak impor dan produksi vaksin, setelah rekor kematian dan infeksi.
Kasus dan kematian Covid-19 di republik Islam itu telah melonjak dalam beberapa pekan terakhir.
Para pejabat setempat menyebut kasus Covid-19 saat ini ada pada gelombang kelima, yang disebabkan oleh varian Delta yang sangat menular.
“Hari ini, masalah penyakit virus corona adalah masalah utama dan mendesak negara itu,” kata Khamenei dalam pidato yang disiarkan televisi yang berfokus pada krisis kesehatan.
Dilansir dari Arab News, Khamenei mengatakan rekor jumlah korban benar-benar menyakitkan, dan menuntut upaya yang lebih besar untuk meningkatkan impor dan produksi dalam negeri vaksin.
Baca juga: Pemimpin Iran Khamenei Larang Impor Vaksin Covid-19 dari AS dan Inggris
Baca juga: Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei Diminta Memberlakukan Lockdown yang Diawasi Militer
“Sebagian dari masalahnya adalah kurangnya kepatuhan terhadap protokol kesehatan oleh masyarakat,” kata Khamenei pada hari Rabu.
Ia nyerukan kepada masyarakat untuk mengurangi kekhawatiran yang sangat besar dari pusat-pusat kesehatan yang terbebani dengan lebih berhati-hati.
Dia juga menunjuk Tahun Baru Islam Muharram sebagai berkah dan kebutuhan bagi republik Islam tetapi mendesak protokol kesehatan untuk diamati dengan sangat hati-hati.
“Jangan biarkan peristiwa ini menjadi penyebab penyebaran virus sehingga … musuh mengejek hari besar ini sebagai (peristiwa) menyebabkan penyebaran,” tambah Khamenei.
Iran adalah negara Timur Tengah yang paling parah dilanda pandemi.
Baca juga: Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei Terima Suntikan Vaksin Lokal COVIran Barekat
Baca juga: Ayatollah Ali Khamenei Larang Semua Kegiatan Massal di Iran Selama Ramadan
Negara ini telah mencatat lebih dari 95.600 kematian dan lebih dari 4,2 juta infeksi.
Sementara otoritas kesehatan mengakui jumlah korban resmi di bawah dari jumlah sebenarnya.
Iran mencatat kasus harian tertinggi sejak pandemi, dengan 42.541 orang dinyatakan positif virus corona dalam 24 jam terakhir.
Iran telah menggantungkan harapannya pada vaksinasi, tetapi kampanye yang diluncurkan pada Februari berjalan lebih lambat dari yang diperkirakan.
Iran menyatakan berjuang untuk mengimpor vaksin untuk 83 juta penduduknya, di tengah sanksi AS yang mempersulit pengiriman uang ke luar negeri.
Baca juga: Antisipasi Gelombang ke-5, Menkes Iran Serukan Lockdown yang Diawasi Militer selama 2 Pekan
Baca juga: Tanggapi Ancaman AS-Inggris, Iran Peringatkan Akan Membalas Jika Keamanan Negara Terancam
Pihak berwenang telah menyetujui penggunaan darurat dua vaksin yang diproduksi secara lokal. Satu-satunya vaksin lokal yang diproduksi secara massal, COVIran Barekat, masih kekurangan pasokan.
Menurut Kementerian Kesehatan, vaksin lain yang digunakan di Iran termasuk Sputnik V Rusia, Sinopharm China, Bharat India dan AstraZeneca/Oxford.
Kemenkes Rabu ini menyebutkan, lebih dari 13,8 juta orang telah diberikan dosis vaksin pertama, tetapi hanya 3,7 juta yang menerima dua suntikan yang diperlukan.
Kantor Khamenei menyebutkan, pemimpin tertinggi Iran itu pada 24 Juli lalu mendapat suntikan kedua vaksin Barekat, yang dikembangkan oleh yayasan milik negara yang dikenal sebagai Setad.
Pada bulan Januari, pemimpin tertinggi telah melarang penggunaan vaksin yang dibuat oleh Amerika Serikat dan Inggris, menyebut mereka sama sekali tidak dapat dipercaya.
Baca juga: Iran Bantah Tuduhan Soal Serangan ke Kapal Tanker: Ini Tanggapan Perdana Menteri Israel
Iran telah menghindari penerapan lockdown penuh dan hanya menggunakan langkah-langkah bertahap seperti larangan perjalanan sementara dan penutupan bisnis.
Media pemerintah melaporkan bahwa gugus tugas Covid nasional mengatakan sedang mempertimbangkan untuk memberlakukan pembatasan baru pada hari Sabtu mendatang.
Ini disebutkan setelah pertemuan yang dipimpin oleh Presiden Ebrahim Raisi pada hari Selasa kemarin. (Tribunnews.com/ArabNews/Hasanah Samhudi)