TRIBUNNEWS.COM - Presiden AS, Joe Biden, mengaku tidak menyesal telah menarik pasukan Amerika dan sekutu dari Afghanistan.
Biden mendesak para pemimpin Afghanistan untuk bersatu demi memperjuangkan negara mereka sendiri.
Dilansir BBC, Taliban semakin melebarkan kekuasaannya setelah pasukan asing resmi keluar dari Afghanistan.
Militer AS dan sekutu akhirnya angkat kaki setelah 20 tahun melakukan operasi militer di negara ini.
Sedikitnya 8 dari 34 ibu kota provinsi telah dikuasai Taliban saat ini.
Baca juga: Bentrokan Hebat di Kunduz, Taliban Rebut Tiga Ibu Kota Provinsi Afghanistan Dalam Sehari
Baca juga: Pertempuran Jalanan Berkecamuk di Laskhar Gah, AS dan Inggris Tuduh Taliban Bantai Warga Sipil
Biden pada Selasa (10/8/2021), mengatakan kepada pers di Gedung Putih bahwa AS melanjutkan komitmennya untuk membantu Afghanistan.
Diantaranya memberikan dukungan udara jarak dekat, membayar gaji militer, dan memberikan bantuan logistik serta alat untuk pasukan Afghanistan.
Namun menurutnya, saat ini Afghanistan harus berjuang sendiri.
"Mereka harus berjuang untuk diri mereka sendiri," kata Biden.
Seorang pejabat AS, lapor Washington Post, mengatakan ibu kota negara, Kabul, berpotensi dikuasai Taliban dalam waktu 90 hari, menurut penilaian militer AS.
PBB mencatat ada lebih dari 1.000 warga sipil yang tewas di tengah pertempuran Taliban melawan pasukan pemerintah dalam sebulan terakhir ini.
Pada Selasa lalu, Taliban dilaporkan merebut dua ibu kota provinsi, yakni Kota Farah dan Kota Pul-e-Khumri.
Pejabat Afghanistan mengatakan kelompok ini mengibarkan bendera di alun-alun serta kantor gubernur di Kota Pul-e-Khumri, Provinsi Baghlan.
Selain dua kota itu, minggu ini Taliban juga telah menjatuhkan Kota Kunduz.
Kunduz merupakan wilayah vital karena menjadi pintu menuju provinsi-provinsi yang kaya mineral.
Kota ini juga berada di lokasi strategis, yakni dekat perbatasan dengan Tajikistan yang digunakan untuk penyelundupan opium dan heroin.
Pertempuran sengit berlanjut di bagian lain negara itu, dan pesawat AS dan Afghanistan melakukan serangan udara.
"Kami melihat mayat-mayat tergeletak di dekat penjara, ada anjing di sebelah mereka," kata seorang wanita yang meninggalkan Kota Kunduz saat Taliban mengambil alih wilayah itu.
Taliban menolak seruan internasional untuk melakukan gencatan senjata.
Anak-Anak Jadi Korban
UNICEF juga memperingatkan bahwa kekerasan kepada anak-anak turut meningkat setiap harinya.
Menurut laporan BBC pada Selasa (10/8/2021), UNICEF mengatakan ada 27 anak-anak yang menjadi korban kekerasan ini.
Mereka tercatat dari tiga provinsi yakni Kandahar, Khost, dan Paktia.
Sekitar 136 anak juga terluka di daerah ini selama tiga hari terakhir, kata UNICEF.
Baca juga: Warga Afganistan Berbondong Bikin Paspor untuk Menyelamatkan Diri dari Taliban
Baca juga: Tanggapi Pidato Biden Soal ‘Jakarta Tenggelam’, Anies Baswedan Ingatkan Soal Perebutan SDA
Anak-anak ini tewas dan terluka karena bom pinggir jalan dan dalam baku tembak.
Seorang ibu mengatakan kepada Badan PBB bahwa keluarganya sedang tidur ketika rumah mereka terkena pecahan peluru.
Pecahan itu memicu kebakaran hingga putranya yang masih 10 tahun menderita luka bakar.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)