TRIBUNNEWS.COM - Eks penasihat Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, Shafiq Hamdam mengecam pelarian diri presiden saat Taliban masuk ibu kota Kabul pada Minggu (15/8/2021).
"Ini memalukan. Masyarakat merasa ditinggalkan, masyarakat merasa dikhianati," kata Hamdam kepada Al Jazeera dari Washington, DC.
"Setelah upaya bertahun-tahun, dia memberi tanda hitam dalam sejarah demokrasi di Afghanistan."
"Dia sendiri melarikan diri dengan timnya dan dia tidak berpikir dua kali tentang jutaan orang yang hidup dalam kesengsaraan, yang hidup dalam ketidakpastian, dan yang sekarang tertinggal, hidup di bawah rezim Taliban," ujarnya.
Baca juga: Taliban Klaim Berhasil Akhiri Perang 20 Tahun di Afghanistan, Trump: Itu Memalukan Buat Joe Biden
Baca juga: Taliban Nyatakan Perang di Afghanistan Telah Berakhir, Dubes AS Dilarikan ke Bandara
Selain itu, Hamdan mengatakan Taliban harus membuktikan upaya perlindungan terhadap perempuan.
"Itulah yang saya inginkan dan itulah yang dunia inginkan."
"Dan itu adalah ujian bagi Taliban. Untuk membuktikan apakah mereka telah berubah atau tidak," katanya.
Dia menyoroti kebebasan pendidikan dan bekerja bagi wanita dan anak perempuan.
Siapa Presiden Ashraf Ghani?
Menurut laporan The Guardian Live pada Senin (16/8/2021), Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani diyakini sedang berada di Uzbekistan.
Sementara itu berdasarkan sumber Wikipedia, presiden ini kabur ke Tajikistan.
Dia meninggalkan Istana Kepresidenan di Kabul pada Minggu (15/8/2021) saat Taliban mulai memasuki ibu kota.
Ghani berdalih ingin menghindari pertumpahan darah.
Reuters melaporkan, presiden berusia 72 tahun itu telah menjadi sosok yang semakin terisolasi yang memiliki hubungan yang tidak nyaman dengan negara Barat.
Ghani merupakan antropolog terkemuka yang berhasil meraih gelar doktor dari Universitas Columbia di New York City.
Ghani menghabiskan hampir 25 tahun hidupnya di luar negeri bertepatan dengan terjadinya gejolak pemerintahan Soviet, perang saudara, dan kekuasaan Taliban di Afghanistan.
Selama periode itu, dia bekerja sebagai akademisi di AS, Bank Dunia, hingga menjadi Sekjen PBB.
Ghani mengambil alih kekuasaan dari mantan Presiden Hamid Karzai pada 2014 dan mengawasi penyelesaian misi tempur AS.
Dia memiliki misi prioritas yakni ingin mengakhiri perang, meskipun Taliban terus melakukan penyerangan.
Di tahun 2020 ini, Presiden Ashraf Ghani memulai pembicaraan damai dengan Taliban.
Selama memimpin, Ghani berjanji memerangi korupsi, memperbaiki ekonomi yang lumpuh, dan mengubah negara menjadi pusat perdagangan regional.
Namun sebagian besar janji itu belum dipenuhi Ghani dalam dua periode kepresidenannya.
Baca juga: Berhasil Kuasai Kabul, Presiden Ghani Pergi, Taliban Tegaskan Berhasil Akhiri Perang 20 Tahun
Baca juga: Taliban Rebut Kota Kabul, AS Kirim 1.0000 Pasukan Tambahan untuk Evakuasi Warganya
Hubungan Ghani dengan Washington dan ibu kota Barat lainnya juga dilaporkan tidak berjalan baik.
Sebelumnya diberitakan, Taliban menyatakan Perang Afghanistan telah berakhir usai menyerbu Ibu Kota Kabul.
Pada Senin (16/8/2021) Kabul diwarnai kepanikan karena Taliban telah mengambil alih Istana Presiden yang telah ditinggalkan Presiden Ghani.
Warga negara AS dan negara Barat lainnya juga mulai meninggalkan negara itu.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)