News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik di Afghanistan

Kilas Balik Perjuangan Malala Yousafzai Hadapi Taliban, Kini Ragukan Janji Taliban Hormati Perempuan

Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Malala Yousafzai. Kilas balik perjuangan Malala Yousafzai menentang Taliban, kini khawatirkan nasib perempuan di Afghanistan.

TRIBUNNEWS.COM - Sosok aktivis perempuan asal Pakistan, Malala Yousafzai, kembali menjadi sorotan setelah ikut berkomentar terkait keberhasilan Taliban menguasai Afghanistan pada Minggu (15/8/2021) lalu.

Gadis berusia 24 tahun yang dikenal sebagai sosok termuda penerima Hadiah Nobel Perdamaian pada usia 17 tahun ini mengaku khawatir atas nasib perempuan di Afghanistan.

Ia pun teringat dengan perjuangannya saat menentang Taliban di Pakistan agar para wanita dihormati dan diizinkan untuk menerima pendidikan yang layak.

Baca juga: UPDATE Situasi Afghanistan, Janji-Janji Taliban hingga Evakuasi Pengungsi oleh Negara Barat

Lantas, bagaimana cerita perjuangan Malala dalam menentang Taliban?

Dikutip dari Grid.id, sejak usia 11 tahun, Malala menjadi koresponden BBC Urdhu dengan menggunakan nama samaran.

Ia rutin melaporkan kekejaman Taliban di daerah kekuasaan kelompok bersenjata itu di Pakistan.

Namun, Taliban berhasil membongkar identitasnya, dan Malala langsung menjadi incaran.

Ia dituduh subversif dan kebarat-baratan, sebab lantang menyuarakan hak dan pendidikan perempuan di Pakistan.

Puncaknya, pada 2012, Malala yang kala itu berusia 15 tahun diserang saat tengah berada di dalam bis sekolah, tak jauh dari kediamannya di kota Swat, basis kelompok militan Taliban.

Tak tanggung-tanggung, sebuah peluru bersarang di kepalanya.

Sebagian tengkorak kepala Malala pun harus diangkat demi menyelamatkan nyawanya. Otaknya pun mengalami peradangan.

Baca juga: Sehari Setelah Taliban Berkuasa, Hotel-hotel di Kabul Takut Putar Musik, Toko-toko Tutup

Pasca menjalani masa kritis di rumah sakit militer di Pakistan, Malala diterbangkan ke Inggris guna mendapatkan perawatan medis lebih lanjut.

Sejak saat itu ia dan keluarganya menetap di Birmingham, Inggris.

Namun, peluru-peluru tersebut tak lantas membuat Malala gentar.

Paska selamat dari maut yang mengintainya, ia masih tetap konsisten menyuarakan hak anak-anak dan perempuan di seluruh dunia.

Aktivis India Kailash Satyarthi (kanan) menerima Penghargaan Nobel bidang perdamaian 2014, bersama aktivis Pakistan Malala Yousafzai. (america.aljazeera.com) (america.aljazeera.com)

Bersama sang ayah, Ziauddin, gadis lulusan Universitas Oxford itu mendirikan Malala Fund.

Melalui organisasi nirlaba itu, Malala ingin semua gadis di seluruh dunia mendapatkan akses pendidikan tanpa rasa takut sedikitpun.

Pada 2014 lalu, Malala didapuk Nobel Perdamaian sekaligus menjadi orang Pakistan pertama, dan yang termuda sepanjang sejarah penganugerahan Nobel.

Baca juga: Indonesia Tidak Akan Tutup KBRI Kabul, Taliban Dinilai Sudah Moderat

Atas perjuangannya yang lantang menyuarakan hak anak dan perempuan, Malala bersama aktivis India, Kailash Satyarthi, bersama-sama diganjar penghargaan Nobel Perdamaian.

Kemudian, bagaimana pandangan Malala terhadap kekuasaan Taliban saat ini?

Diberitakan Tribunnews sebelumnya, pada Selasa (17/8/2021) kemarin, Malala Yousafzai menuliskan keresahannya terhadap kekuasaan Taliban di Afghanistan.

Ia mengaku ikut prihatin terhadap hak-hak perempuan di Afghanistan yang ikut terancam akibat kekuasaan Taliban.

Aktivis Pakistan Malala Yousafzai berusia 17 tahun (kiri), menerima Liberty Medal dari Jeffrey Rosen, Presiden dan CEO dari Pusat Konstitusi Nasional di Pusat Konstitusi Nasional di Philadelphia, Pennsylvania pada 21 Oktober 2014 (AFP)

"Saya takut untuk saudara perempuan Afghanistan saya. Kita akan punya waktu untuk memperdebatkan apa yang salah dalam perang di Afghanistan, tetapi di saat kritis ini kita harus mendengarkan suara-suara perempuan dan anak perempuan Afghanistan."

"Mereka meminta perlindungan, pendidikan, kebebasan dan masa depan yang telah dijanjikan," ujar Malala, dalam artikelnya yang diterbitkan di The New York Times.

"Kita tidak bisa terus mengecewakan mereka. Kita tidak punya waktu luang," tambahnya.

Dari kejadian pada 2015 silam, Malala mengaku bersyukur masih diberi kesempatan untuk hidup hingga saat ini.

Baca juga: SOSOK Zabihullah Mujahid Jubir Taliban yang Akhirnya Muncul, Selama Ini Hanya Bersuara via Telepon

Untuk itu, ia tidak bisa membayangkan nasib perempuan Afghanistan yang hidupnya terbatas akibat kekejaman Taliban.

"Saya bersyukur atas hidup saya sekarang. Setelah lulus dari perguruan tinggi tahun lalu dan mulai mengejar karir sendiri."

"Saya tidak bisa membayangkan kehilangan semuanya, kembali ke kehidupan saya yang diatur orang bersenjata," lanjutnya.

"Gadis-gadis dan wanita muda Afghanistan, seperti yang saya alami, putus asa memikirkan bahwa mereka tidak mungkin lagi melihat ruang kelas atau memegang buku lagi," katanya.

Di sisi lain, pada Selasa (17/8/2021), seorang juru bicara Taliban, Suhail Shaheen menyatakan akan menghormati hak-hak perempuan seperti pendidikan dan pekerjaan, termasuk mengenakan jilbab dan tidak harus burqa.

Ia mengklaim perempuan bisa mendapatkan pendidikan dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi atau sampai ke universitas.

Baca juga: Peraih Nobel Malala Yousafzai Khawatirkan Nasib Perempuan Afghanistan

Namun, mengaku pesimis dengan janji-janji tersebut.

"Mengingat sejarah Taliban dalam menindas hak-hak perempuan, ketakutan perempuan Afghanistan adalah nyata," tulisnya.

"Kami sudah mendengar laporan mahasiswa perempuan ditolak dari universitasnya, pekerja perempuan dari kantor mereka," katanya.

(Tribunnews.com/Maliana/NST/Hasanah Samhudi, Grid.id/Aditya Prasanda)

Berita lain terkait Konflik di Afghanistan

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!

Berita Populer

Berita Terkini