News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik di Afghanistan

Cara Taliban Mengejek AS, Publikasikan Foto Mirip Iwo Jima di Media Sosial

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Foto terbaru yang dipublikasikan Taliban (kiri) untuk mengejek AS.

Para netizen juga menuntut agar Biden 'mengundurkan diri atau dimakzulkan dan disingkirkan' karena kegagalannya di Afghanistan.

Secara lahiriah, Taliban yang memasuki Kabul pada pekan lalu tampak sangat berbeda dari kelompok yang memerintah Afghanistan pada 1990-an dan berusaha mengembalikan negara itu ke abad ke-7.

Media Barat arus utama telah mencirikan Taliban saat ini sebagai 'Taliban 2.0', mengacu pada sifat teknologi dan melek media serta kemampuan mereka untuk menggunakan teknologi modern Barat untuk melawan pihak yang mereka anggap sebagai 'kafir'.

Pada 1990-an, Taliban telah melarang penggunaan televisi, radio dan surat kabar selama pemerintahannya atas Afghanistan.

Namun kini semua berubah, mereka telah terbukti sangat mahir menggunakan media sosial untuk menyebarkan pesan dan propaganda, dalam kampanye terbaru melawan AS dan pemerintah afghanistan yang menjadi sekutu AS.

Kelompok ini banyak menggunakan media sosial termasuk Twitter dan Facebook untuk menyebarkan pesannya itu.

Bahkan mereka telah menguasai seni videografi seluler dan fotografi digital serta mahir menggunakan teknologi lainnya.

Media AS termasuk Bloomberg dan Politico berspekulasi bahwa Taliban kini tidak akan berusaha untuk menyingkirkan teknologi modern saat mereka berkuasa.

Hal itu karena pentingnya menyebarkan pesan dan propagandanya melalui pemanfaatan teknologi.

Selain itu, mereka juga ingin mendapatkan pengakuan atau setidaknya 'pengakuan de facto' dari masyarakat internasional.

Facebook, WhatsApp, dan Google baru-baru ini berjanji menghapus semua akun dan konten yang terkait dengan Taliban.

Namun, Twitter sejauh ini masih mengizinkan Taliban muncul platformnya, selama mereka tidak melanggar aturan tentang ujaran kebencian dan konten kekerasan.

Di media sosial Twitter, unit milisi grup, juru bicara, hingga akun media kelompok pemberontak itu telah mengumpulkan ratusan ribu followers.

Beberapa warga AS pun telah menyatakan kemarahan mereka atas apa yang disebut sebagai 'kemunafikan terang-terangan' saat Twitter mengizinkan kelompok yang telah membunuh tentara AS dan berjanji untuk secara dramatis mengekang hak-hak perempuan menggunakan platform tersebut.

Padahal pada saat yang sama, mantan Presiden AS Donald Trump telah dilarang secara permanen dalam penggunaan semua media sosial.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini