TRIBUNNEWS.COM - Direktur CIA William Burns mengadakan pertemuan rahasia dengan salah satu pendiri dan pemimpin politik Taliban, Mullah Abdul Ghani Baradar, di Kabul, pada hari Senin (23/8/2021).
Suratkabar The Washington Post, yang mengutip pejabat AS yang mengetahui masalah tersebut, menyebutkan bahwa pertemuan langsung tingkat tertinggi antara Taliban dan pemerintahan Biden.
Seorang diplomat senior di kawasan itu dan seorang pejabat yang mengetahui tentang pertemuan ini mengungkapkan pertemuan diam-diam kepala dinas rahasia AS itu, seperti dilaporkan pertama kali oleh Washington Post, dan dikutip NBC.
Dilansir dari Sputniknews, Washington Post melaporkan bahwa CIA menolak untuk mengomentari masalah tersebut.
Namun suratkabar itu mempekirakan pertemuan itu difokuskan pada tenggat waktu yang akan datang bagi militer AS untuk mengevakuasi warga Amerika dan Afghanistan, yang bekerja dengan pasukan AS dan NATO.
Baca juga: Taliban Peringatkan Konsekuensi Jika Pendudukan AS di Afghanistan Diperpanjang
Baca juga: Taliban Akan Berikan Amnesti kepada Presiden Ashraf Ghani Jika Ingin Kembali
Seorang teman dekat mendiang pemimpin Taliban Muhammad Omar, Abdul Ghani Baradar, telah menjabat sebagai kepala perunding Taliban dalam pembicaraan damai dengan Amerika Serikat sejak dibebaskan dari penjara di Pakistan pada 2018.
Pembicaraan damai itu menghasilkan kesepakatan dengan pemerintahan Trump tentang penarikan pasukan AS dari Afghanistan.
Baradar diyakini memiliki pengaruh signifikan terhadap Taliban.
Dia berperang melawan Tentara Soviet pada 1980-an dan menjadi gubernur beberapa provinsi pada 1990-an ketika kelompok militan itu memerintah Afghanistan.
Pertemuan itu terjadi ketika Biden akan memutuskan apakah akan memperpanjang tenggat waktu bagi penarikan pasukan AS dari Afghanistan dan sejumlah tekanan dari para pemimpin sekutunya.
Baca juga: Pemimpin Negara G7 Sepakat Satu Suara untuk Respon Taliban
Baca juga: Kata Pemimpin Taliban soal Kepanikan Warga Afghanistan di Bandara, Heran dan Sebut Tak Berdasar
Pejabat AS menyebutkan, Biden diperkirakan akan membuat keputusan apakah akan memundurkan tenggat waktu 31 Agustus pada hari Selasa (24/8/2021).
Presiden menghadapi kritikan dari dalam dan luar negeri, serta meningkatnya seruan untuk menunda penarikan sampai lebih banyak orang Amerika, Afghanistan, dan lainnya yang berusaha melarikan diri dari kelompok militan dapat diterbangkan keluar.
Biden akan mengadakan pertemuan virtual darurat dengan rekan-rekannya di Kelompok Tujuh (G7) pada Selasa pagi waktu setempat, di mana ia kemungkinan akan menghadapi tekanan lebih lanjut untuk memperpanjang upaya evakuasi.
Tetapi Taliban telah memperingatkan penundaan apa pun akan melewati "garis merah" dan mengancam konsekuensi bagi AS.
Dilaporkan, Taliban menguasai bagian luar bandara Kabul dan telah menggunakan kekuatan untuk mengendalikan situasi di mana ribuan orang berusaha meninggalkan negeri itu.
Baca juga: Petinggi Taliban Bertemu Mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai di Kabul
Baca juga: NATO: 18.000 Orang Telah Dievakuasi dari Kabul
Pejabat AS mengatakan, ada kekhawatiran bahwa Taliban akan menyerang warga Amerika dan warga negara asing lainnya yang masih berada di Afghanistan jika Washington mencoba mengulur waktu penarikan pasukan.
Disebutkan bahwa militer AS memberi tahu Gedung Putih bahwa dibutuhkanb waktu 3-4 hari untuk mengeluarkan sekitar 6.000 tentara dan sejumlah kecil staf kedutaan dan konsuler.
Ini berarti AS harus mulai memindahkan militer pada akhir minggu ini jika mereka berencana untuk tetap pada batas waktu Biden bagi penarikan pasukan ASĀ dari negara itu.
Pejabat tersebut mengatakan, evakuasi kemungkinan akan melambat jika semakin banyak pasukan AS meninggalkan Afghanistan.
Saat ini, Amerika mempercepat evakuasi. Seorang pejabat Gedung Putih mengatakan bahwa sekitar 21.600 orang telah dievakuasi dari Kabul dalam 24 jam antara 23 dan 24 Agustus.
Baca juga: Biden Segera Putuskan Tenggat Waktu Evakuasi Afganistan
Sejak evakuasi pada 14 Agustus, AS telah menerbangkan sekitar 58.700 orang, katanya.
Namun, ribuan orang lainnya menanti diterbangkan dari negara itu ketika Taliban terus mengkonsolidasikan kekuatan mereka.
Banyak warga Afghanistan takut akan pembalasan dan kembali ke versi keras hukum Islam yang diberlakukan Taliban saat berkuasa dari 1996 hingga 2001, khususnya penindasan terhadap perempuan dan kebebasan berbicara. (Tribunnews.com/Sputniknews/NBC/Hasanah Samhudi)