TRIBUNNEWS.COM, KABUL – Kematian akibat kekerasan adalah pemandangan biasa bagi warga di Kabul.
Namun ledakan bom kembar di bandara Kabul, Kamis (26/8/2021) sore, memberikan gambaran yang jauh lebih buruk dari yang diperkirakan warga yang tadinya ingin pergi dengan selamat.
Inilah kesaksian mantan karyawan kelompok pembangunan internasional yang menggunakan visa imigran khusus AS untuk bisa pergi dari Afghanistan yang kini dikuasai Taliban.
Pria ini bergabung dengan ribuan orang yang sudah berhari-hari di sekitar bandara.
Meski evakuasi Amerika Serikat tinggal beberapa hari, ia tetap berharap visanya mampu membuatnya diangkut pesawat udara Amerika Serikat di hari-hari akhir pasukan
Ia sendiri sudah sekitar 10 jam berada di dekat Gerbang Biara Bandara di Kabul.
Baca juga: Biden Bersumpah Memburu Pengebom di Luar Bandara Kabul, ISIS-Khorasan Klaim Bertanggung Jawab
Baca juga: AS, Inggris, dan Australia Ingatkan Warga Jauhi Bandara Kabul, Khawatir Serangan Teroris
Meski AS, Inggris, Australia telah mengingatkan warga agar menjauhi gerbang ini karena ancaman teroris, ia tetap bertahan.
Nahas, sekitar pukul 17.00 waktu setempat, sebuah ledakan kuat membuatnya syok.
"Seolah-olah seseorang menarik tanah dari bawah kaki saya; untuk sesaat saya pikir gendang telinga saya pecah, dan saya kehilangan indra pendengaran saya," kata pria itu.
"Saya melihat tubuh dan potongan tubuh beterbangan di udara, seperti angin puting beliung membawa kantong plastik... ke udara. Saya melihat tubuh, bagian tubuh, pria, wanita dan anak-anak tua dan terluka berserakan di lokasi ledakan,” ujarnya.
Tak pernah terbayangkan ketakutan yang dirasakannya saat itu.
Baca juga: AS Sebut Afiliasi ISIS Akan Serang Bandara Kabul Saat Penarikan NATO
Baca juga: Direktur CIA Diam-diam Bertemu Pemimpin Taliban di Kabul, Mungkin Bahas Penarikan Pasukan AS
"Tidak mungkin melihat kiamat dalam kehidupan ini, tetapi hari ini, saya melihat hari kiamat, saya menyaksikannya dengan mata kepala sendiri,” katanya, seperti dilansir dari The Straits Times.
Pria itu tidak ingin disebutkan namanya.
Banyak yang terkait dengan pemerintah yang didukung Barat dan kelompok masyarakat sipil yang tumbuh di sekitarnya takut akan pembalasan dari Taliban yang kini menguasai Afghanistan.