Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Rusia berharap senjata yang tertinggal di Afghanistan setelah penarikan pasukan Amerika Serikat (AS) dari negara itu, tidak digunakan dalam potensi perang saudara.
"Saya berharap senjata ini masih tetap tersimpan di gudang dan tidak akan digunakan dalam perang saudara lebih lanjut, yang saat ini telah berakhir di Afghanistan," kata Perwakilan Khusus Presiden Rusia untuk Afghanistan, Zamir Kabulov.
Ia menambahkan bahwa hal lainnya yang perlu diingat adalah terkait nasib 'senjata-senjata ini' selanjutnya.
Dikutip dari laman Sputnik News, Senin (30/8/2021), Kabulov mencatat bahwa Rusia prihatin dengan situasi keamanan dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di Afghanistan.
Namun negara yang dipimpin Presiden Vladimir Putin itu meyakini konsep budaya 'kita sendiri' tentang demokrasi dan ketertiban, tidak boleh dipaksakan pada otoritas yang baru di Afghanistan.
Baca juga: Update Konflik di Afghanistan: ISIS-K Akui Luncurkan Roket ke Bandara Kabul, 1.200 Orang Dievakuasi
Baca juga: Eks Anggota JI: Kemenangan Taliban Dapat Menginspirasi Kelompok Teroris Indonesia
Baca juga: Taliban Disebut Kelompok Pemberontak Terkaya di Dunia, Ini Sederet Sumber Uang Mereka
Lebih lanjut diplomat itu mencatat bahwa ancaman peningkatan perdagangan narkoba dari negara tersebut pun masih ada.
Selain itu, ia menekankan bahwa upaya perlawanan terhadap hal ini tidak boleh terbatas pada retorika saja.
Kabulov juga meminta negara Barat untuk tidak membekukan aset keuangan otoritas yang baru di Afghanistan, untuk menghindari munculnya masalah tambahan bagi negara yang dilanda perang itu.
"Rusia akan turut ambil bagian dalam proyek-proyek yang ditujukan untuk memulihkan ekonomi Afghanistan dan siap untuk segera bekerja," tegas Kabulov.
Ia kemudian menegaskan bahwa sejumlah langkah harus diambil untuk menjaga agar mata uang negara itu tidak jatuh.
Baca juga: Taliban Salahkan Ashraf Ghani yang Tinggalkan Afghanistan, Dianggap Jadi Penyebab Kekacauan Negara
"Karena runtuhnya mata uang nasional dapat menyebabkan negatif konsekuensi ekonomi," jelas Kabulov.
Sebelumnya, AS telah memberikan persenjataan senilai 28 miliar dolar AS untuk pasukan keamanan Afghanistan sejak 2002 hingga 2017 lalu.
Namun hampir semua alutsista ini kini dikhawatirkan jatuh ke tangan Taliban.
Selain itu, ada kekhawatiran pula bahwa ratusan perangkat biometrik militer yang ditinggalkan di pangkalan AS, akan membantu kelompok militan itu dalam melacak dan menargetkan mantan pejabat keamanan serta pendukung pemerintahan yang kini telah dijatuhkan.