TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Organisasi kesehatan American EcoHealth Alliance menerima beberapa juta dolar Amerika Serikat (AS) dalam pembiayaan mulai tahun 2014 dari pemerintah AS untuk melakukan penelitian tentang patogen, termasuk virus corona (Covid-19).
Penelitian ini dilakukan untuk mencari kemungkinan apakah patogen ini melompat dari hewan ke manusia.
Perusahaan ini didanai oleh National Institute of Allergy and Infectious Diseases, dengan salah satu programnya berlangsung pada 2014 hingga April 2020, sedangkan program lainnya berlanjut hingga saat ini.
Menurut sekitar 900 halaman dokumen yang diperoleh dan dianalisis oleh para ahli dan aktivis The Intercept, EcoHealth Alliance mempelajari virus corona yang ditemukan pada kelelawar menggunakan laboratorium level 3 di Pusat Percobaan Hewan Universitas Wuhan, bukan di Institut Virologi Wuhan.
Hal ini sekaligus membantah dugaan banyak pendukung teori konspirasi serta beberapa pejabat pemerintah AS yang selama ini menuding lab virologi kota tersebut yang berada dibalik pandemi ini.
Hibah untuk penelitian ini dilaporkan disebut 'Memahami Risiko Munculnya Virus Corona dari Kelelawar' dan tidak hanya mempelajari tentang virus yang ditemukan secara alami pada kelelawar gua saja, namun juga pada kelelawar yang dikatakan telah 'direkayasa secara genetik'.
Baca juga: China Usulkan Pandangan Sendiri Soal Asal-usul Covid-19, Bisa Saja Diimpor ke Wuhan. . .
Seperti yang disampaikan Direktur Eksekutif kelompok Hak Untuk Tahu AS yang menyelidiki asal-usul Covid-19, Gary Ruskin.
"Dokumen-dokumen ini adalah peta jalan menuju penelitian berisiko tinggi yang dapat menyebabkan pandemi saat ini," kata Ruskin.
Sementara Direktur EcoHealth Alliance Peter Daszak membantah teori yang menyatakan bahwa kebocoran berasal dari laboratorium.
Dikutip dari laman Sputnik News, Rabu (8/9/2021), The Intercept mengklaim bahwa dokumen perusahaan akan menimbulkan kekhawatiran bahwa penelitian semacam itu dapat menyebabkan wabah dan pandemi saat ini.
Sekitar 599.000 dolar AS digunakan oleh perusahaan AS ini untuk mendanai upaya dalam mengidentifikasi dan mengubah, yang diduga menginfeksi sel mirip manusia di Institut Virologi Wuhan.
Di sisi lain, seorang Ahli Biologi Molekuler di Rutgers University, Richard Ebright mengatakan bahwa dokumen tersebut berisi data tentang penelitian virus buatan laboratorium, yang diciptakan agar dapat menginfeksi tikus laboratorium yang direkayasa untuk meniru organisme manusia.
Menurutnya, para peneliti menciptakan setidaknya dua jenis virus corona berbeda yang berhasil menginfeksi 'tikus yang dimanusiakan'.
"Virus yang mereka buat diuji kemampuannya untuk menginfeksi tikus yang direkayasa untuk menampilkan reseptor tipe manusia di sel tikus. Saat mereka bekerja pada virus corona terkait SARS, mereka melakukan proyek paralel pada saat yang sama pada virus terkait MERS, virus corona yang menyebabkan Sindrom Pernafasan Timur Tengah," jelas Ebright.