Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Amerika Serikat (AS) dianggap sebagai negara pendonor terbesar vaksin virus corona (Covid-19) secara global, bahkan jauh di depan pemegang ekonomi utama lainnya seperti China, Jepang dan Inggris.
Ini menurut data publik yang dikumpulkan oleh lembaga Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang bertanggung jawab atas perlindungan dan perkembangan anak, UNICEF.
Lembaga ini juga mengelola pasokan vaksin Covid-19 untuk program inisiatif COVAX yang bertujuan untuk berbagi dosis dengan negara-negara miskin atau berpenghasilan rendah.
Dikutip dari laman CNBC, Senin (13/9/2021), UNICEF mengkonsolidasikan data tentang vaksin yang disumbangkan itu dari informasi yang tersedia untuk umum, yang mungkin saja tidak menunjukkan seluruh donasi secara global.
Baca juga: Empat Siswi di Kerinci Kejang-Kejang Usai Disuntik Vaksin, 3 Dilarikan ke Rumah Sakit
Kendati demikian, data tersebut memberikan gambaran sekilas tentang aliran donasi vaksin saat negara-negara kaya menunjukkan kemajuan dalam upaya vaksinasi.
Sedangkan banyak negara berkembang justru berjuang 'susah payah' untuk menginokulasi populasi mereka.
Donasi tidak mencukupi
Data menunjukkan bahwa AS sejauh ini telah menyumbangkan dan mengirimkan lebih dari 114 juta dosis vaksin ke sekitar 80 negara berkembang di seluruh Asia, Afrika dan Amerika Latin.
Namun dari data yang dimiliki UNICEF, angka tersebut mencapai tiga kali lipat melebihi vaksin yang telah disumbangkan China yakni 34 juta dosis.
Perlu diketahui, terkait urutannya, China menjadi donor vaksin terbesar kedua di dunia, sementara Jepang berada di urutan ketiga dengan sekitar 23,3 juta.
Lalu negara-negara Asia yang menjadi penerima terbesar donasi vaksin itu diantaranya Bangladesh, Filipina, Indonesia, serta Pakistan, masing-masing menerima lebih dari 10 juta dosis donasi.
Secara keseluruhan, lebih dari 207 juta dosis vaksin telah disumbangkan secara bilateral atau dikirimkan melalui fasilitas COVAX.
Baca juga: Vaksin Booster Berbayar Direncanakan Tahun Depan, Menkes: Masyarakat Bisa Pilih Vaksin Covid-19
Namun angka itu masih jauh dari jumlah dosis yang direkomendasikan oleh panel independen yang dibentuk oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Dalam laporan terakhirnya pada Mei lalu, panel independen merekomendasikan agar negara-negara berpenghasilan tinggi mendistribusikan kembali setidaknya satu miliar dosis vaksin ke negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah pada 1 September, kemudian satu miliar dosis lainnya pada pertengahan 2022.
Dua Ahli Epidemiologi kenamaan WHO pada hari Selasa lalu pun mengutuk negara-negara kaya karena telah menimbun alat perawatan dan vaksin Covid-19.
Satu diantaranya mengatakan tindakan seperti itu justru akan memperpanjang pandemi.
Sebuah studi yang dilakukan oleh perusahaan analitik Airfinity menunjukkan bahwa negara-negara kaya telah membeli lebih banyak vaksin dibandingkan jumlah yang sebenarnya mereka butuhkan.
Airfinity memproyeksikan bahwa AS, Uni Eropa (UE), Inggris, Kanada dan Jepang akan memiliki surplus lebih dari 1,2 miliar dosis pada 2021, setelah menginokulasi semua orang yang memenuhi syarat dan memberikan dosis penguat (booster).