TRIBUNNEWS.COM - Kim Yo Jong, adik perempuan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, buka suara terkait keinginan Korea Selatan untuk mengakhiri permusuhan terhadap Pyongyang.
Pernyataan itu disampaikan Kim Yo Jong pada Jumat (24/9/2021), setelah Presiden Korea Selatan Moon Jae-in menyerukan untuk secara resmi mengakhiri keadaan perang dengan Korea Utara.
Menyusul pernyataan itu, pada Sabtu (25/9/2021) Kim Yo Jong mengatakan bersedia mempertimbangkan konferensi tingkat tinggi (KTT) antar-Korea.
Namun, Kim Yo Jong memberikan persyaratan terkait pertemuan puncak tersebut.
Kim Yo Jong ingin KTT antar-Korea berjalan dengan jaminan sikap saling menghormati dan tidak ada keberpihakan antara kedua negara.
Baca juga: Korea Utara Tolak Ajakan Korea Selatan untuk Akhiri Perang, Sebut Tidak Bisa Menstabilkan Situasi
"Saya pikir hanya ketika ketidakberpihakan dan sikap saling menghormati dipertahankan, dapat ada pemahaman yang lancar antara utara dan selatan," kata Kim Yo Jong sebagaimana dilansir Al Jazeera.
Kim Yo Jong juga mengatakan, KTT antar-Korea, serta diskusi tentang deklarasi untuk mengakhiri perang, dapat diadakan pada tanggal awal melalui diskusi konstruktif.
Kim Yo Jong, yang merupakan orang kepercayaan kuat dari saudara laki-lakinya, mengatakan bahwa dia tertarik dengan diskusi yang intens di Korea Selatan mengenai prospek baru dari deklarasi resmi berakhirnya Perang Korea.
"Saya merasa bahwa suasana publik Korea Selatan yang ingin memulihkan hubungan antar-Korea dari kebuntuan dan mencapai stabilitas damai sesegera mungkin sangat kuat," kata Kim Yo Jung.
"Kami juga memiliki keinginan yang sama," tambahnya.
Baca juga: Tanggapi Ajakan Presiden Korea Selatan Untuk Hentikan Perang, Ini Jawaban Korea Utara
Selanjutnya, Kim Yo Jung meminta Seoul untuk menjatuhkan standar ganda yang tidak setara dalam kritik Moon Jae-in terhadap peluncuran rudal Korea Utara baru-baru ini.
Pekan lalu, Korea Selatan berhasil menguji coba peluncuran rudal balistik kapal selam (SLBM), menjadikannya salah satu dari segelintir negara dengan teknologi canggih.
Korea Utara melakukan dua penembakan rudal bulan ini saja, satu melibatkan rudal jelajah jarak jauh dan yang lainnya rudal balistik jarak pendek.
Untuk diketahui, Perang Korea 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.
Hal itu membuat pasukan pimpinan Amerika Serikat secara teknis masih berperang dengan Korea Utara.
Baca juga: Korea Utara Kecam AS atas Kesepakatan Kapal Selam Australia, Peringatkan akan Ambil Tindakan
Korea Utara selama beberapa dekade telah berusaha untuk mengakhiri perang.
Akan tetapi, Amerika Serikat enggan untuk setuju kecuali Korea Utara menyerahkan senjata nuklirnya.
Komunikasi antara Utara dan Selatan sebagian besar telah terputus setelah KTT AS-Korea Utara kedua di Hanoi yang runtuh pada Februari 2019.
Saat itu Presiden Amerika Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un tidak dapat menyetujui persyaratan perjanjian.
Lebih lanjut, tawaran Korea Utara untuk terlibat dalam pembicaraan dengan Korea Selatan muncul setelah negara itu menolak beberapa tawaran untuk berdialog oleh Amerika Serikat.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan dalam pidatonya di PBB pekan lalu bahwa dia menginginkan diplomasi berkelanjutan untuk menyelesaikan krisis seputar program nuklir dan rudal Korea Utara.
Baca artikel lain seputar Korea Utara dan Korea Selatan
(Tribunnews.com/Rica Agustina)