TRIBUNNEWS.COM - Italia menyatakan pemerintah Taliban tidak dapat diakui, Minggu (26/9/2021).
Meski demikian, Italia mendesak pemerintah asing untuk mencegah keruntuhan keuangan di sana yang akan memicu arus migrasi yang besar.
"Pengakuan pemerintah Taliban tidak mungkin karena ada 17 teroris di antara para menteri, dan hak asasi perempuan dan anak perempuan terus dilanggar," kata Menteri Luar Negeri Italia, Luigi Di Maio, dikutip dari Aljazeera.
“Jelas, kita harus mencegah Afghanistan dari ledakan dan dari arus migrasi yang tidak terkendali, yang dapat mengacaukan negara-negara tetangga,” tambahnya.
Di Maio mengatakan, ada banyak cara untuk membantu keuangan Afghanistan tanpa melalui Taliban.
Baca juga: Taliban Gantung Mayat di Alun-alun Kota Afghanistan, Ini Penyebabnya
Baca juga: Amerika Serikat Kutuk Rencana Taliban untuk Lanjutkan Hukuman Amputasi dan Eksekusi di Afghanistan
“Ada cara untuk menjamin dukungan keuangan tanpa memberikan uang kepada Taliban. Kami juga telah sepakat bahwa sebagian dari bantuan kemanusiaan harus selalu ditujukan untuk perlindungan perempuan dan anak perempuan,” ujarnya.
Italia memegang kepresidenan bergilir tahunan G20 dan ingin menjadi tuan rumah pertemuan puncak khusus di Afghanistan.
Negara-negara G20, bersama dengan tetangga Afghanistan, berkomitmen untuk memerangi terorisme, dan bekerja untuk perlindungan hak asasi manusia.
Dikutip dari CNA, terkait kapan para pemimpin G20 bertemu di Afghanistan, Di Maio mengatakan bahwa itu akan dilakukan dalam beberapa minggu mendatang.
"Tanggalnya belum diumumkan tetapi ada syarat untuk mengadakan pertemuan puncak para pemimpin G20, yang akan dipimpin oleh Perdana Menteri Mario Draghi," katanya.
Pada Jumat (24/9/2021), Departemen Keuangan Amerika Serikat mengatakan telah mengeluarkan dua lisensi umum.
Lisensi pertama mengizinkan pemerintah AS, LSM, dan organisasi internasional tertentu, termasuk PBB, untuk terlibat dalam transaksi dengan Taliban atau Jaringan Haqqani.
Kemudian, lisensi kedua di bawah sanksi yang diperlukan, untuk memberikan bantuan kemanusiaan.
Taliban menguasai negara itu bulan lalu ketika pasukan asing yang bersekutu dengan AS menarik diri dari Afghanistan setelah perang 20 tahun.
Peristiwa memuncak dalam perebutan ibu kota, Kabul, pada 15 Agustus, dua dekade setelah Taliban digulingkan dari kekuasaan oleh kampanye pimpinan AS menyusul serangan 11 September di Amerika Serikat.
PBB mengatakan, pada awal tahun, lebih dari 18 juta orang yakni sekitar setengah dari populasi Afghanistan membutuhkan bantuan di tengah kekeringan kedua negara itu dalam empat tahun.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengatakan pekan lalu bahwa Afghanistan berada di ambang bencana kemanusiaan yang dramatis, dan telah memutuskan untuk terlibat dengan Taliban agar rakyat dapat terbantu.
(Tribunnews.com/Yurika)