TRIBUNNEWS.COM - Pil untuk mengobati Covid-19 buatan Merck dilaporkan efektif mengurangi risiko keparahan hingga harus rawat inap dan kematian hingga setengahnya.
Jika disetujui oleh regulator, ini akan menjadi pil pertama yang terbukti dapat mengobati Covid-19.
Obat terbaru yang dibuat perusahaan farmasi Merck bersama mitranya Ridgeback Biotherapeutics ini digadang-gadang akan menjadi obat pertama yang dapat dikonsumsi pasien corona rawat jalan.
Merck mengatakan akan mengajukan otorisasi penggunaan darurat untuk obat ini di AS dalam dua minggu ke depan.
Lebih lanjut, pihaknya juga akan mencoba menembus perizinan di beberapa negara lain.
Baca juga: CARA Download Sertifikat Vaksin Covid-19 dan Cek Status di PeduliLindungi, Isi Nama Lengkap dan NIK
Baca juga: Kemenkes Pastikan Virus Corona Varian Lambda, Mu, dan R1 Belum Ditemukan di Indonesia
Dilansir The Guardian, sejumlah ahli menyebut jika ada data lebih lanjut yang mendukung hasil uji klinis awal, pil ini dapat disetujui untuk mengobati pasien Covid-19 berisiko tinggi.
"Itu melebihi apa yang saya pikir dapat dilakukan obat dalam uji klinis ini," kata Dean Li, wakil presiden penelitian Merck.
"Ketika Anda melihat pengurangan 50% dalam rawat inap atau kematian, itu adalah dampak klinis yang substansial," tambahnya.
Uji coba pil ini melacak 775 orang dewasa yang menderita Covid-19 ringan hingga sedang, yang dianggap berisiko parah karena memiliki kondisi obesitas, diabetes, atau penyakit jantung.
Setengah pasien pengujian ini diberi pil selama lima hari.
Diketahui pil yang disebut molnupiravir itu tersedia dalam bentuk kapsul kecil berwarna cokelat yang diminum dua kali sehari.
Menurut laporan AP News, di antara pasien yang memakai molnupiravir, 7,3% dirawat di rumah sakit atau meninggal pada akhir 30 hari, dibandingkan dengan 14,1% dari kelompok plasebo.
Setelah periode waktu itu, tidak ada kematian di antara mereka yang menerima obat, dibandingkan dengan delapan kematian pada kelompok plasebo, menurut Merck.
Data dari penelitian ini dipublikasikan dalam siaran pers pada Jumat dan belum ditinjau oleh rekan sejawat.
Namun hasilnya sangat kuat sehingga kelompok ahli medis independen yang memantau uji coba merekomendasikan untuk menghentikannya lebih awal.
"Sangat menggembirakan melihat beberapa data klinis yang positif dalam percobaan. Jika hasilnya bertahan, ini akan menjadi hasil yang sangat positif," kata Prof Peter Horby dari Universitas Oxford.
Kendati demikian Horby memperingatkan bahwa bagaimanapun, dengan jumlah pasien yang terlibat relatif kecil, angka kemanjuran dapat berubah-ubah.
Merck hanya menguji obatnya pada orang yang tidak divaksinasi.
Tetapi regulator FDA dapat mempertimbangkan izin penggunaan yang lebih luas pada pasien yang divaksinasi.
Andrew Pekosz dari Universitas Johns Hopkins memperkirakan vaksin dan obat antivirus pada akhirnya akan digunakan bersama untuk melindungi dari efek terburuk Covid-19.
Diketahui pasien meminum empat pil molnupiravir dua kali sehari selama lima hari.
Baca juga: AS Sumbangkan 8 Juta Lebih Dosis Vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech ke Bangladesh dan Filipina
Baca juga: Gelombang Keenam Covid-19 di Jepang Diprediksi Terjadi Akhir Tahun 2021
Efek samping dilaporkan oleh kedua kelompok dalam uji coba Merck, tetapi efeknya sedikit lebih umum di antara mereka yang menerima plasebo.
Perusahaan tidak merinci masalahnya.
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan obat itu tidak efektif bagi pasien yang sudah dirawat di rumah sakit dengan penyakit parah.
Seperti antivirus lainnya, pil buatan Merck bekerja dengan mengganggu kemampuan virus untuk menyalin kode genetiknya dan mereproduksi dirinya sendiri.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)