Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Otoritas Tiongkok meluncurkan buku putih pertumbuhan penduduk Xinjiang sejak 1949, untuk menjawab serangkaian laporan soal penahanan massal dan kebijakan China lainnya.
Buku ini muncul di tengah upaya Tiongkok menghindari pengawasan dan kecaman atas serangkaian pelanggaran HAM terhadap etnis Uighur yang terdokumentasi di wilayah tersebut.
Buku tersebut berisikan distorsi bahwa populasi Uighur di Xinjiang meningkat sejak 2010 hingga 2020, tapi di sisi lain mengabaikan penurunan tingkat pertumbuhan populasi dari 2017 dan seterusnya.
Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) mendesak dunia internasional khususnya Indonesia tidak mengakui buku putih yang diterbitkan China.
Sebab menurutnya Negeri Tirai Bambu tengah berupaya menghapuskan tabir kejahatan kemanusiaan dan aksi genosida terhadap muslim Uighur lewat penerbitan buku putih.
"Ini kan propaganda China, buku putih jelas kebohongan besar mereka untuk menghilangkan sejarah kelam dan catatan berdarah kebrutalan China dalam menghapus etnis Uighur dari peradaban umat manusia," kata PJ Ketua Umum PB HMI, Romadhon Jasn dalam keterangannya, Selasa (5/10/2021).
"Cara-cara China hanya ingin meyakinkan dunia bahwa mereka tidak mencegah kelahiran dalam kelompok pribumi muslim Uighur," sambungnya.
Sebagai informasi, buku putih ini terbit hanya beberapa hari usai pemerintah AS menyebut kamp-kamp yang didirikan berjalan mirip model operasi 'Kamp Konsentrasi', yakni tempat aksi yang bertentangan dengan HAM seperti penyiksaan dan kerja paksa.
AS menuding China melakukan genosida dan kejahatan kemanusiaan.
Romadhon meyakini pemerintah Indonesia, khususnya Presiden Joko Widodo bisa membujuk China menyudahi aksi genosidanya terhadap etnis Uighur di Xinjiang.
"Kami yakin pemerintah kita khususnya Bapak Presiden Joko Widodo, mampu membujuk China untuk menyudahi aksi genosida terhadap muslim Uighur," kata dia.
Seiring dengan upaya China mensterilkan image mereka, berbagai dokumen, foto dan video terkait aksi genosida yang dilakukan Negeri Panda, beredar luas di publik.
Akibatnya, banyak negara-negara di dunia yang ikut menentang perlakuan China terhadap muslim Uighur.
Baca juga: Indonesia Diminta Ambil Peran Lindungi Muslim Uighur di Afghanistan
Seperti produk Swedia, H&M yang menyetop hubungan dengan produsen benang asal China, serta Bea Cukai AS yang melarang sejumlah produk dari Xinjiang.
Bahkan negara Zionis, Israel menandatangani pernyataan yang mendesak China agar izinkan peneliti independen mengakses kawasan Xinjiang Barat.
Pernyataan bersama ini juga didukung oleh Australia, Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Spanyol dan AS.
"Coba bayangkan, negara zionis Israel yang dikenal berseberangan dengan umat muslim, ikut mengecam apa yang mereka sebut penindasan China terhadap komunitas Uighur," tuturnya.
"China jangan terus mengelak dan hambat penyidikan yang dilakukan Komisaris Tinggi HAM PBB atau organisasi HAM independen internasional di Xinjiang," kata Romadhon.