News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Presiden Jokowi: Indonesia akan Bangun Pusat Mangrove Dunia 

Penulis: Taufik Ismail
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo saat menjadi pembicara pada World Leaders Summit on Forest and Land Use yang digelar di Scotish Event Campus, Glasgow, Skotlandia, pada Selasa, (2/11/2021).

Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail 

TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pandangannya terkait menjadikan hutan sebagai bagian dari aksi iklim global.

Setidaknya ada tiga perspektif yang diutarakan Presiden saat menjadi pembicara pada World Leaders Summit on Forest and Land Use yang digelar di Scotish Event Campus, Glasgow, Skotlandia, pada Selasa, (2/11/2021).

"Pertama, perhatian kita harus mencakup seluruh jenis ekosistem hutan, tidak hanya hutan tropis, tapi juga hutan iklim sedang dan boreal," ucap Presiden.

Kebakaran hutan, misalnya, berdampak pada emisi gas rumah kaca dan keanekaragaman hayati apapun jenis ekosistemnya.

Kebakaran dahsyat di benua Amerika, Eropa, dan Australia juga menjadi kekhawatiran bersama. 

"Indonesia siap berbagi pengalaman tentang keberhasilannya mengatasi karhutla dengan negara-negara itu," imbuhnya.

Baca juga: Presiden Jokowi: 90 Persen Penduduk Miskin Dunia Bergantung pada Hutan

Lebih jauh, Presiden menjelaskan bahwa terkait pengelolaan hutan, Indonesia juga telah mengubah paradigmanya, dari manajemen produk hutan menjadi manajemen lanskap hutan.

Hal tersebut menjadikan pengelolaan area hutan menjadi lebih menyeluruh.

Selain itu, Indonesia juga melakukan restorasi ekosistem mangrove yang berperan dalam menyerap dan menyimpan karbon. Indonesia memiliki lebih 20 persen total area mangrove dunia, terbesar di dunia.

"Indonesia juga akan mendirikan Pusat Mangrove Dunia di Indonesia," lanjutnya.

Kedua, Presiden Jokowi menilai bahwa mekanisme insentif harus diberikan bagi pengelolaan hutan secara berkelanjutan.

Sertifikasi dan standar produksi harus disertai market incentives, sehingga berfungsi mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan, bukan menjadi hambatan perdagangan.

Presiden juga menegaskan bahwa sertifikasi, metodologi, dan standar tersebut harus didasarkan pada parameter yang diakui secara multilateral, tidak dipaksakan secara unilateral dan berubah-ubah.

Sertifikasi juga harus berkeadilan sehingga berdampak pada kesejahteraan, khususnya petani kecil. 

"Sertifikasi juga harus pertimbangkan semua aspek SDGs sehingga  pengelolaan hutan sejalan dengan pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat," tegasnya.

Ketiga, Presiden Jokowi memandang perlunya mobilisasi dukungan pendanaan dan teknologi bagi negara berkembang. Menurutnya, komitmen harus dilakukan melalui aksi nyata, bukan retorika. 

Lebih lanjut, Presiden menegaskan bahwa memberi bantuan bukan berarti dapat mendikte, apalagi melanggar hak kedaulatan suatu negara atas wilayahnya. Dukungan harus country-driven, didasarkan pada kebutuhan riil negara berkembang pemilik hutan.

Baca juga: Ilyas Bachtiar: Hanna Kirana Meninggal Dunia di RS PMI Bogor karena Gagal Jantung

"Bagi Indonesia, dengan atau tanpa dukungan, kami akan terus melangkah maju. Kami kembangkan sumber-sumber pendanaan inovatif, di antaranya pendirian Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup, penerbitan green bond dan green sukuk, serta mengembangkan mekanisme Nilai Ekonomi Karbon sebagai insentif bagi pihak swasta dalam mencapai penurunan emisi," jelasnya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini