TRIBUNNEWS.COM - Pasukan Pertahanan Rakyat yang beranggotakan penentang pemerintah militer atau Junta Myanmar, melakukan penyerangan terhadap pejabat pemerintah yang berkuasa itu.
Sebelumnya Pasukan Pertahanan Rakyat telah mendeklarasikan "perang defensif rakyat" pada September lalu.
Mereka juga bertekad akan menargetkan para pejabat yang dianggap bekerjasama dengan junta.
Setelah deklarasi tersebut, di seluruh negeri hampir setiap hari terjadi pembunuhan terhadap pejabat junta tingkat rendah atau orang yang diduga sebagai informan.
Tidak diketahui secara pasti jumlah pejabat yang telah dibunuh oleh kelompok tersebut.
Baca juga: Indonesia dan AS Kompak Tuntut Militer Myanmar Segera Bebaskan Tahanan dan Pulihkan Demokrasi
Tetapi setelah mereka melakukan penyerangan, militer akan segera melakukan pembalasan.
Adapun kabar terbaru menyebutkan, seorang eksekutif puncak dari sebuah perusahaan telekomunikasi besar Myanmar telah ditembak mati, kata militer.
Dia adalah Thein Aung (56), kepala keuangan Mytel, salah satu dari empat perusahaan utama negara itu yang dimiliki oleh militer.
Thein Aung ditembak mati di luar rumahnya di Yangon pada Kamis (4/11/2021) pagi.
"Kepala komersial Mytel sekaligus mantan mayor tentara Thein Aung tewas dengan luka tembak oleh seorang teroris bersenjata di luar rumahnya di Yangon pada Kamis pagi," kata junta sebagaimana dilansir Channel News Asia.
Baca juga: ASEAN Tegaskan Myanmar Bagian dari Keluarga, Tapi Akan Desak Junta Dialog
Istrinya juga tertembak dan menerima perawatan di rumah sakit, tambahnya.
Diketahui, Thein Aung merupakan seorang tokoh paling senior yang menjadi korban dalam serentetan pembunuhan pejabat terkait junta.
Hingga saat ini, belum ada kelompok yang mengklaim serangan terhadap Thein Aung, yang akan menjadi korban paling terkenal dari pembunuhan kelompok itu.
Selain membunuh pejabat, pasukan anti militer itu juga telah menargetkan setidaknya selusin tiang telepon seluler perusahaan di seluruh wilayah Sagaing yang bergolak dan negara bagian Chin.
Upaya itu dilakukan agar junta kehilangan pendapatan mereka.
Baca juga: Presiden Berharap Demokrasi di Myanmar Segera Pulih
Baca juga artikel lain terkait Krisis Myanmar
(Tribunnews.com/Rica Agustina)