TRIBUNNEWS.COM, AUSTRALIA - Pihak berwenang Australia telah mengambil tindakan tegas di perairan utara Australia, dengan menghancurkan kapal-kapal penangkap ikan asal Indonesia yang ilegal dan menyita ratusan kilogram alat tangkap dan hasil tangkapan laut.
Australian Border Force (ABF) atau polisi perbatasan Australia telah merilis foto-foto yang menunjukkan perahu kecil terbakar di tengah laut, setelah mereka beroperasi tiga hari di dekat Rowley Shoals Marine Park, sebelah utara Australia Barat.
Tindakan itu dilakukan setelah operator tur lokal menyampaikan informasi tentang belasan kapal asing di perairan itu baru-baru ini dan mengatakan mereka takut menjadi korban pembajakan selama perjalanan mereka.
Baca juga: Australia Bakar 3 Kapal Nelayan RI karena Kepergok Tangkap Ikan, Ini Kata Anggota Komisi IV
Laksamana Muda Mark Hill, yang mengepalai Komando Perbatasan Maritim, mengatakan tiga kapal hancur dan 13 lainnya dikawal keluar dari perairan Australia.
"Kami memiliki akhir pekan yang sibuk di mana kami menemukan 16 kapal yang menangkap ikan secara ilegal, kemudian kami menindaklanjutinya bersama dengan WA Fisheries," katanya.
Faktor pendorongnya adalah masalah ekonomi
Alat penangkap ikan juga disita sebelum kapal-kapal itu dibawa keluar dari perairan Australia.
Nelayan Indonesia Perlu Kapal Penyuplai Bahan Bakar maupun Penampung di Tengah Laut - Tribunnews.com
Nelayan Indonesia Perlu Kapal Penyuplai Bahan Bakar maupun Penampung di Tengah Laut - Tribunnews.com
Dilaporkan sebanyak 630 kilogram teripang disita.
Laksamana Muda Mark mengatakan para nelayan Indonesia tampaknya tidak terkejut dengan penyergapan tersebut.
"Mereka sudah terbiasa, karena sayangnya kami melihat beberapa residivis," katanya.
"Pada umumnya para nelayan cukup patuh, mereka tidak agresif dan mereka melakukan apa yang kami minta."
Tak satu pun dari nelayan yang ditahan atau diadili, meski pun itu merupakan opsi yang sebelumnya ditempuh oleh pihak berwenang Australia.
Laksamana Hill mengatakan peningkatan penangkapan ikan ilegal ini lebih didorong oleh faktor ekonomi di Indonesia daripada kurangnya penegakan hukum oleh otoritas Australia karena masalah keamanan COVID.
Saat petugas dari pihak berwenang naik ke kapal ilegal asal Indonesia tersebut mereka menggunakan alat pelindung diri (APD) untuk meminimalisasi risiko penularan COVID.
Diperlukan upaya berkelanjutan
Operasi tersebut disambut baik oleh para nelayan Australia, meski pun beberapa mengatakan pihak berwenang lambat bertindak dan hanya melakukannya setelah publisitas media.
Grant Barker, direktur Northern Wildcatch Seafood Australia, mengatakan dia prihatin dengan meningkatnya jumlah kapal penangkap ikan ilegal selama beberapa waktu ini.
"Kami memiliki lima kapal yang beroperasi di sana, jadi kami cukup sering berinteraksi dengan nelayan ilegal," katanya.
"Kami menghabiskan cukup banyak waktu dengan Border Force, AFMA [Otoritas Pengelolaan Perikanan Australia] dan Departemen Perikanan negara bagian Australia Barat, mencoba untuk bisa tetap mengatasi mereka."
Grant menyambut baik laporan 16 kapal telah dicegat, dengan tiga lainnya dihancurkan.
"[Ada upaya untuk] bekerja sama mengurangi masalah [penangkapan ikan illegal itu dan membawa orang-orang ini menjauh dari terumbu karang dan kembali ke sisi perairan mereka," katanya.
"Saya pikir ini upaya yang fantastis."
Namun, dia khawatir upaya itu dilakukan dengan sangat lambat dan hanya terjadi setelah nelayan komersial dan operator 'charter' mendekati media.
"ABC memberitakan cerita ini ... beberapa minggu yang lalu, dan saya pikir itu mendorong pemerintah dan pihak berwenang untuk berkolaborasi dan mengurangi masalah," kata Grant.
"Kita seharusnya tidak begitu, kita harus lebih baik dari itu."
Laksamana Muda Mark menolak disebut terlambat, karena menurutnya pengawasan dan pencegatan saat itu sudah berlangsung.
"Saya kecewa mendengar pendapat orang bahwa respon kami terhadap peningkatan aktivitas di Rowley Shoals lambat," katanya.
"Kadang-kadang, karena faktor geografi, dibutuhkan beberapa waktu untuk memindahkan kapal dari satu titik di sekitar pantai ke titik lainnya."
Grant mengatakan yang diperlukan untuk melindungi perikanan utara Australia adalah upaya yang berkelanjutan dari pihak berwenang Australia dan dukungan yang lebih besar untuk orang-orang yang terkena dampak bencana alam di Indonesia.
“Peningkatan serbuan [nelayan dari Indonesia] dan pelanggaran lainnya adalah akibat dari angin topan yang melewati wilayah selatan Indonesia,” katanya.
“Itu masalah bagi Pemerintah Indonesia, mereka perlu memberikan bantuan kepada rakyatnya ketika mereka mengalami bencana alam itu.
"Bukan tugas Australia untuk melonggarkan perbatasannya dan membiarkan mereka masuk ke perairan kita dan mengeksploitasi dan menjarah sistem terumbu karang kita."