Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Takayoshi Doi (61), ahli sosiologi terkenal Jepang menyebut saat ini telah terjadi perubahan karakter para pelaku kriminal, khususnya para pelaku pembakaran gerbong kereta api yang terjadi pada 31 Oktober dan 8 November lalu.
"Para pelaku tampak ingin mengaktualisasikan diri sendiri, tidak peduli orang lain, tidak peduli masyarakat. Dia merasa bertanggungjawab atas dirinya sendiri, sehingga ingin cepat meninggal atau dihukum mati," papar Takayoshi Doi (61), ahli sosiologi terkenal Jepang, Selasa (9/11/2021).
Takayoshi Doi adalah Profesor Humaniora dan Ilmu Sosial, Universitas Tsukuba.
Dia juga spesialisasi dalam sosiologi kriminal, sosiologi hukum, teori perilaku menyimpang, dan teori masalah sosial.
Takayoshi Doi melihat jika dibandingkan dengan masa lalu, umumnya orang yang sudah kecewa dengan masyarakat sekeliling, maka dia akan menyakiti orang lain atau melakukan balas dendam kepada orang yang menyakitinya.
"Namun kini karakter yang ada terbalik. Orang yang kecewa itu lebih menyalahkan kepada diri sendiri, lalu ingin menunjukkan kepada orang lain kalau dirinya bertanggungjawab atas hal-hal yang pernah dilakukannya, sehingga dia melakukan kejahatan pembunuhan supaya dihukum mati," tambahnya.
Baca juga: Kyota Hattori si Joker Jepang Persiapkan Baju Khusus Seharga Rp 25 Jutaan Sebelum Melakukan Aksinya
Kunci Jawaban PAI Kelas 11 Halaman 94 95 96 97 Kurikulum Merdeka, Uji Kompetensi Bab 3 - Halaman all
15 Latihan Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 4 SD Bab 2 Kurikulum Merdeka, Di Bawah Atap
Bagi banyak orang Jepang yang masih memeluk kepercayaan Shinto, akan berharap reinkarnasi setelah meninggal.
Mereka percaya seandainya hidup kembali di masa depan, berharap bisa menjadi orang yang lebih baik, atau sesuatu yang baik nantinya.
"Itulah sebabnya mereka tak takut mati, kebalikannya berharap jadi manusia yang lebih baik kalau lahir kembali," ujarnya.
Lalu bagaimana dengan si Joker, Kyota Hattori (24), pelaku pembakaran kereta api pada 31 Oktober lalu?
Hattori setelah lulus SMA menjadi penopang lansia (perawat) dan bekerja di Internet Cage.
Tahun 2018 bekerja di Call Center perusahaan ponsel besar Jepang sebagai tenaga kontrak tahunan.
Lalu Juli 2021 dia mengundurkan diri karena bermasalah dalam mengantisipasi layanan konsumen.
Setelah dikeluarkan itulah Hattori mulai menyusun rencana hidupnya untuk berbuat sesuatu dan akhir Juli dia menginap di hotel bisnis di Kobe.
Lalu berpindah akhir Agustus menginap di hotel bisnis di Nagoya.
Kemudian mulai 30 September menginap di hotel bisnis yang ada di Hachioji Tokyo.
Semua biaya hotel dia lunasi.
Tanggal 25 Oktober Hattori mulai mengecat rambutnya di sebuah salon dengan warna keemasan agar dianggap banyak orang menarik, menurut pengakuannya kepada polisi.
Hattori juga terpengaruh dengan pelaku kejahatan dalam film The Joker.
Rencana pembunuhan sudah disiapkannya sejak akhir Oktober.
Baca juga: Seminggu 2 Kasus Pembakaran di Dalam Kereta Api, Kepolisian Jepang Perkuat Pengamanan di Stasiun
Semula ingin dilakukan di Shibuya yang banyak orang. Bahkan perlengkapan membunuh dan cairan pembakar sudah dibawa dan disimpan di sebuah loker di Shibuya.
Tetapi kemudian diurungkan dan kejadian dilakukan di dalam gerbong kereta api Keio Line dekat stasiun Kokuryo Chofu Tokyo.
Sebanyak 17 orang korban dan satu luka berat namun tak ada yang meninggal dunia.
"Saya memang ingin dihukum mati. Itu sebabnya saya mau bunuh sebanyak orang," paparnya saat ditangkap polisi 31 Oktober malam hari.
Sementara itu beasiswa (ke Jepang), belajar gratis di sekolah bahasa Jepang di Jepang, serta upaya belajar bahasa Jepang yang lebih efektif melalui zoom terus dilakukan bagi warga Indonesia secara aktif dengan target belajar ke sekolah di Jepang. Info lengkap silakan email: info@sekolah.biz dengan subject: Belajar bahasa Jepang.