TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Raksasa farmasi Amerika Serikat (AS) Pfizer pada Kamis kemarin mengatakan pemerintah AS telah setuju untuk membeli 10 juta dosis obat anti-virus oral yang menargetkan virus yang menyebabkan penyakit virus corona (Covid-19), SARS-CoV-2.
Namun dengan syarat bahwa obat tersebut harus mendapatkan persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) AS.
"Berdasarkan ketentuan perjanjian, pemerintah AS akan memperoleh 10 juta kursus perawatan yang akan diberikan oleh Pfizer mulai akhir tahun ini dan berakhir pada 2022. Pfizer akan menerima 5,29 miliar dolar AS dari pemerintah AS, namun ini bergantung pada otorisasi (FDA) yang mengeluarkan persetujuan," kata Pfizer dalam siaran pers.
Dikutip dari laman Sputnik News, Jumat (19/11/2021), obat Paxlovid yang dikembangkan oleh Pfizer merupakan 'inhibitor protease 3CL'.
Ini mengindikasikan bahwa obat itu menargetkan enzim spesifik yang memainkan peran kunci dalam kemampuan virus corona untuk bereplikasi.
Pfizer juga menyampaikan telah menandatangani perjanjian lisensi sukarela dengan Medicines Patent Pool yang didukung Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk membantu memperluas akses mendapatkan obat bagi 95 negara berpenghasilan rendah dan menengah yang mencakup sekitar 53 persen dari populasi dunia.
Baca juga: Pfizer Setuju Produksi Obat Covid-19 Versi Generik, akan Dipasok ke 95 Negara
Perusahaan itu menandatangani perjanjian pembelian di muka dengan beberapa negara lain dan telah memulai penjangkauan bilateral ke sekitar 100 negara di seluruh dunia untuk membuat obat tersebut tersedia setelah mendapatkan persetujuan FDA.
Aplikasi Pfizer dengan FDA untuk otorisasi penggunaan darurat (EUA) pun mengikuti 'analisis sementara' dari uji klinis fase 2 dan 3 yang menunjukkan bahwa Paxlovid mengurangi risiko rawat inap hingga mencapai hampir 90 persen.
Pasien yang masuk dalam tahap uji coba ini, semuanya dianggap berisiko tinggi mengembangkan kasus Covid-19 lanjut.
Sehingga mereka diobati dengan obat yang digunakan dalam waktu tiga hari sejak timbulnya gejala.
Dari uji coba itu, Pfizer mengklaim tidak ada satupun dari mereka yang dirawat mengalami kematian.