Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Otoritas Inggris mengatakan kelompok ekstremis yang beroperasi di negara itu telah mengubah pendekatan mereka dalam melakukan radikalisasi dan merekrut anak di bawah umur.
Para teroris tersebut kini semakin mengandalkan berbagai platform online dan menggunakan teori konspirasi terkait virus corona (Covid-19) untuk menarik perhatian anak-anak ini.
Baca juga: Inggris Izinkan Pendatang yang Mendapat Vaksin Covid-19 Produksi China dan India
Dikutip dari laman Sputnik News, Senin (22/11/2021), seorang koordinator untuk program anti-ekstremisme di Inggris, Sean Arbuthnot, mengungkapkan bahwa kelompok ekstremis terutama kelompok 'sayap kanan', menggunakan platform game dan aplikasi sosial seperti Discord untuk berkomunikasi serta merekrut anak muda.
Ia juga mengatakan beberapa kelompok bahkan menggunakan video YouTube untuk tujuan ini.
Mereka akan memposting tautan ke ruang obrolan terenkripsi atau meninggalkan tanda serta simbol di kolom komentar di bawah video yang tentunya akan 'menggoda' anak di bawah umur untuk menelitinya.
Baca juga: Protes Anti Lockdown COVID-19 Meluas di Eropa: Belanda, Belgia, Prancis, Austria
Arbuthnot kemudian menjelaskan bagaimana para ekstremis ini memutarbalikkan narasi anti-vaksinasi dan anti-Covid demi keuntungan mereka.
"(Beberapa) diantaranya selama pandemi melakukan kampanye selebaran, di mana mereka akan mempromosikan narasi bahwa Covid merupakan tipuan, bahwa bangsal rumah sakit sebenarnya kosong, dan bahwa anda tidak boleh mendapatkan vaksinasi," kata Arbuthnot
Kemudian, kata dia, mereka memuat selebaran dengan bukti ilmiah semu.
Namun pada saat yang sama, mereka menyebarkan selebaran yang menyatakan bahwa orang kulit putih akan menjadi minoritas di Inggris.
Ini tentunya menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat negara itu.
Baca juga: Aksi Kekerasan Pecah saat Protes atas Mandat Vaksin dan Lockdown di Eropa
Sementara itu, Kantor Dalam Negeri Inggris mencatat terjadinya pergeseran rujukan kaum muda terhadap kelompok ekstremis ini pada 2020 dan 2021.
Sekitar 310 orang telah dirujuk karena dugaan hubungan atau radikalisasi oleh 'ekstremis sayap kanan'.
Sedangkan hanya setengahnya yakni 157 orang yang telah ditandai atas hubungannya dengan kelompok ekstremis ini.
Pengawas pemerintah yang memantau kegiatan ekstremis di negara itu, secara keseluruhan mencatat adanya penurunan radikalisasi anak di bawah umur.
Namun mengaitkannya dengan pandemi Covid-19 yang mendorong dilakukannya penutupan sekolah dan fasilitas pendidikan lainnya, membatasi kemampuan guru untuk memperhatikan perilaku yang berpotensi berbahaya pada para siswa.