TRIBUNNEWS.COM - Taliban Afghanistan dan junta Myanmar kemungkinan tidak diizinkan mewakili negara mereka di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Rabu (1/12/2021).
Pernyataan itu disampaikan oleh empat diplomat PBB yang tidak ingin disebutkan namanya.
Untuk diketahui, sebelumnya Taliban dan junta telah mengajukan dua nama kepada PBB untuk mewakili mereka, menggantikan duta besar yang ditunjuk pemerintah yang mereka gulingkan tahun ini.
Komite kredensial PBB yang beranggotakan sembilan orang, yang meliputi perwakilan Rusia, China, dan Amerika Serikat, akan bertemu di markas besar PBB untuk mempertimbangkan kredensial semua anggota di sesi Majelis Umum PBB saat ini.
Menurut empat diplomat itu, komite kemungkinan akan menunda keputusannya tentang perwakilan Taliban dan junta, yang artinya duta besar saat ini untuk kedua negara tetap berada di kursi mereka.
Baca juga: Pengadilan Myanmar Tunda Sidang Putusan Pertama Kasus Aung San Suu Kyi
Baca juga: Asisten Menlu Amerika Serikat Kunjungi ke Asia Tenggara, Bahas Kerja Sama hingga Junta Myanmar
Komite, yang juga mencakup Bahama, Bhutan, Chili, Namibia, Sierra Leone dan Swedia, kemudian akan mengirimkan laporannya tentang kredensial semua anggota ke Majelis Umum PBB untuk disetujui sebelum akhir tahun.
Baik komite dan Majelis Umum secara tradisional mengambil keputusan tentang kredensial melalui konsensus, kata para diplomat.
Sebagai informasi, Taliban yang merebut kekuasaan pada pertengahan Agustus dari pemerintah yang diakui secara internasional, telah mencalonkan juru bicaranya yang berbasis di Doha, Suhail Shaheen sebagai duta besar Afghanistan untuk PBB.
Duta Besar PBB saat ini yang ditunjuk oleh pemerintah yang digulingkan, Ghulam Isaczai, juga telah meminta untuk mempertahankan kursi tersebut.
Ketika Taliban terakhir memerintah Afghanistan antara tahun 1996 dan 2001, duta besar pemerintah yang mereka gulingkan tetap menjadi perwakilan PBB setelah komite kredensial menunda keputusannya atas perebutan kursi tersebut.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa keinginan Taliban untuk pengakuan internasional adalah satu-satunya pengaruh yang dimiliki negara-negara lain untuk mendesak pemerintah yang inklusif dan menghormati hak-hak, terutama bagi perempuan, di Afghanistan.
Utusan Taliban yang dicalonkan untuk PBB Shaheen menulis cuitan di Twitter, mengatakan harapannya untuk bisa masuk ke organisasi dunia beranggotakan 193 negara itu.
"Kami memiliki semua kondisi yang diperlukan untuk menduduki kursi Afghanistan di PBB Kami berharap persyaratan hukum akan menggantikan preferensi politik," tulis Shaheen sebagaimana dilansir Reuters.
Sementara itu, junta Myanmar yang merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi pada Februari, telah mengajukan veteran militer Aung Thurein menjadi utusan PBB.
Duta Besar saat ini Kyaw Moe Tun, yang ditunjuk oleh pemerintahan Aung San Suu Kyi, juga telah meminta untuk memperbarui akreditasi PBB.
Baca juga: Taliban Bunuh Lebih dari 100 Mantan Pasukan Keamanan Afghanistan
Baca juga: Diduga Depresi, Pengungsi Afghanistan Bakar Diri di Depan Kantor UNHCR di Medan
Mantan utusan khusus PBB untuk Myanmar, yang mengundurkan diri bulan lalu, memperingatkan bahwa tidak ada negara yang harus mengakui atau melegitimasi junta.
Menanggapi situasi di Myanmar, Guterres berjanji pada Februari untuk memobilisasi tekanan untuk memastikan bahwa kudeta militer gagal.
(Tribunnews.com/Rica Agustina)