Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, AMSTERDAM - Perdana Menteri (PM) Belanda Mark Rutte pada Jumat kemarin mengatakan bahwa pemerintah telah membuat kesalahan dalam pengambilan strategi penanganan virus corona (Covid-19).
Karena menurutnya, kampanye vaksinasi dosis penguat (booster) seharusnya dimulai lebih awal.
Dikutip dari laman Sputnik News, Sabtu (25/12/2021), Rutte mengakui kepada surat kabar Dutch De Telegraaf bahwa rangkaian tindakan anti-Covid pertama yang diperkenalkan pada November lalu 'terlalu longgar' dan kampanye vaksinasi booster dimulai secara terlambat.
"Saya membuat kesalahan, dalam komunikasi. Pada awalnya saya terlalu menekankan tanggung jawab individu dan terlalu sedikit pada tindakan wajib," kata Rutte.
Ia menambahkan bahwa warganya tidak cukup yakin untuk secara ketat mengikuti aturan utama di tengah pandemi.
Perlu diketahui, Belanda menjadi salah satu negara terakhir di Eropa yang mulai memberikan suntikan vaksin booster.
Baca juga: 15 Persen Kasus Baru Covid-19 di Belanda Dikaitkan dengan Strain Omicron
Sejauh ini, sekitar 2 juta dari lebih dari 17 juta orang di negara itu telah mendapatkan dosis booster.
Sebelumnya pada hari Minggu lalu, Kota Amsterdam mengumumkan penerapan sistem penguncian (lockdown) selama hampir sebulan untuk mengatasi penyebaran varian baru Omicron yang kali pertama diidentifikasi di Afrika Selatan itu.
Semua bar, restoran, kafe, bioskop, museum, teater, pusat kebugaran, maupun toko yang menjual barang-barang tidak penting pun ditutup.
Hingga Kamis lalu, sebanyak 59 persen dari semua kasus Covid-19 harian di ibu kota Belanda itu dilaporkan disebabkan oleh Omicron.
Saat ini hampir dua pertiga warga Belanda pun telah divaksinasi secara penuh.