Menurutnya Aceh sangat terbuka dengan kerjasama dengan University of West Indies untuk isu perubahan iklim.
Aceh juga berkontribusi pada target nasional tahun 2030 dari sektor kehutanan dan sektor penggunaan tanah lainnya.
"Selain itu, rencana aksi mitigasi perubahan iklim juga harus mempertimbangkan lingkungan komunitas masyarakat yang hidup dekat dengan hutan," ujar Suraiyya lebih lanjut.
Sementara itu, Prof. Michael Taylor, menjelaskan bahwa dalam mitigasi isu perubahan iklim, Jamaika fokus pada pendekatan coordinated science.
Ini berarti ilmu pengetahuan dijadikan parameter untuk membuat rencana aksi.
Termasuk bagaimana rencana aksi tersebut akan diimplementasikan, namun tetap dapat mendukung agenda politik, dan menunjukkan possibilities ke depan.
"Tujuan dari pendekatan tersebut adalah untuk memastikan terjadinya ketahanan iklim di Jamaika dan kawasan Karibia pada umumnya," ujarnya.
Di akhir diskusi, Dubes Nana menyampaikan bahwa ke depan perlu diadakan pertukaran riset antara Indonesia dan Jamaika dapat diawali melalui jurnal ilmiah untuk saling mempelajari best practice dari kedua negara.
Selanjutnya dapat dicari mekanisme yang tepat sehingga knowledge sharing dapat berdaya guna dan efisien.
Dubes Nana juga menyatakan bahwa Indonesia akan menjadi tuan rumah Global Platform on Disaster Risk reduction (GDPRR) 2022.
Melalui platform ini, Indonesia kembali menguatkan komitmennya untuk berkontribusi aktif untuk mencari solusi isu-isu global yang menjadi perhatian bersama, termasuk bencana, yang juga dapat disebabkan oleh perubahan iklim.