TRIBUNNEWS.COM - Mantan Presiden Mali, Ibrahim Boubacar Keita meninggal dunia pada Minggu (16/1/2022) di usia 76 tahun.
Keita memimpin Mali selama tujuh tahun hingga 2020.
Dia digulingkan dalam kudeta setelah protes besar anti-pemerintah atas penanganannya terhadap kerusuhan jihad.
“Presiden IBK meninggal pagi ini pada pukul 09:00 GMT di rumahnya di ibu kota, Bamako," kata seorang anggota keluarga, seperti dilansir dari Al Jazeera.
Beberapa anggota keluarga lainnya jiga mengkonfirmasi kematian Keita.
Sementara penyebab kematian belum diketahui.
Baca juga: Jamaika Tangkap Mantan Senator Sebagai Tersangka Utama Pembunuhan Presiden Haiti
Baca juga: Korea Utara Kembali Tembakkan Proyektil Tak Dikenal di Laut Timur
Sosok Ibrahim Boubacar Keita
Lahir dari ayah pegawai negeri sipil di kota selatan Koutiala, Keita melanjutkan studi sastra, sejarah, dan hubungan internasional di Paris.
Dikutip dari BBC, dia tinggal dan bekerja di Prancis selama beberapa dekade, termasuk mengajar di Universitas Paris, sebelum kembali ke Mali pada 1980.
Pada awalnya, dia bekerja sebagai penasihat Dana Pembangunan Eropa.
Keita dikenang secara beragam sebagai sosok yang murah hati, mudah marah dan memecah belah kelompoknya.
Mali berada dalam cengkeraman krisis keamanan dan politik sejak pecahnya kemerdekaan dan pemberontakan jihadis pada 2012, kata wartawan BBC Lalla Sy.
Presiden Keïta kemudian terpilih pada tahun 2013 dengan janji untuk membawa perdamaian dan keamanan, menang telak.
Namun pemerintahnya gagal mengakhiri tantangan keamanan serius Mali, dan dia digulingkan oleh militer pada Agustus 2020.
Masih mengutip Al Jazeera, perwira militer yang menggulingkan Keita telah menuai kecaman internasional karena melanggar janji untuk mengadakan pemilihan demokratis pada Februari dan memperpanjang masa transisi ke pemerintahan sipil selama lima tahun.
Sebagai tanggapan, blok regional utama Afrika Barat, ECOWAS, mengatakan akan menutup perbatasan dengan Mali dan menjatuhkan sanksi ekonomi besar-besaran .
Mali telah berjuang untuk mendapatkan kembali stabilitas sejak 2012, ketika pemberontak etnis Tuareg dan kelompok-kelompok bersenjata yang bersekutu merebut dua pertiga bagian utara negara itu, menyebabkan bekas kekuatan kolonial Prancis turun tangan untuk memukul mundur mereka untuk sementara.
Baca juga: Sosok Toshiki Kaifu Mantan PM Jepang Berjuluk Dasi Polkadot yang Meninggal di Usia 91 Tahun
Baca juga: Sempat Dirawat karena Pneumonia Parah, Presiden Parlemen Uni Eropa David Sassoli Meninggal Dunia
Pembunuhan etnis dan pelanggaran angkatan bersenjata telah menjadi ciri khas kepresidenan Keita, meskipun ribuan tentara Prancis dan internasional dikerahkan untuk menahan kelompok-kelompok bersenjata.
Beberapa minggu setelah digulingkan, dia menderita stroke ringan dan diterbangkan ke Uni Emirat Arab untuk perawatan medis.
Menurut situs berita Afrika berbahasa Perancis, Jeune Afrique, Keïta tidak menampakkan diri setelahnya.
Dia tinggal di Bamako bersama istrinya Aminata yang sering melakukan perjalanan ke Pantai Gading untuk mengunjungi putra-putra mereka yang tinggal di sana.
(Tribunnews.com/Yurika)