TRIBUNNEWS.COM - Rusia terus menambah pasukan militernya di sekitar Ukraina.
Eskalasi semacam itu semakin meningkatkan kekhawatiran adanya invasi yang akan segera terjadi.
Presiden Rusia, Vladimir Putin berulang kali mengatakan tidak memiliki rencana untuk melakukan invasi.
Namun, seperti dilansir New York Times, dengan perkiraan 130.000 tentara Rusia di perbatasan utara, selatan dan timur Ukraina, para pemimpin di negara-negara Barat menyebut bahwa invasi dapat terjadi kapan saja.
Lantas bagaimana nasib warga Ukraina yang saat ini terancam akan diinvasi?
Sejumlah warga bercerita kepada The Independent apa yang mereka rasakan di tengah ketegangan ini.
Baca juga: Antisipasi Serangan Rusia, WNI di Ukraina Mulai Dibagikan Peta Bunker untuk Keamanan
Baca juga: Perjalanan Krisis Ukraina-Rusia, Konflik Berjalan 2 Bulan, Moskow Bantah Rencana Invasi
"Apakah akan ada bom yang jatuh di sini dalam waktu dua hari? Apakah benar-benar akan ada perang yang nyata?" ucap Andriy Kostenko, perwira muda yang mempersingkat cuti di Kiev untuk segera kembali ke timur, ke garis depan di Donbas.
"Saya sangat berharap tidak ada perang. Tapi itu mungkin terjadi, dan saya ingin menikmati setiap momen ini," ujarnya saat sedang bersantai di sebuah taman bersama istri dan ketiga anaknya.
"Entah kapan bisa ke sini lagi. Tentu saja kami akan melakukan tugas kami, tetapi kami semua khawatir dengan keluarga kami, dan kami berdoa agar mereka baik-baik saja."
"Kami sangat berterima kasih kepada Inggris karena mengirimi kami senjata, karena secara umum sangat mendukung," katanya.
"Sedih melihat teman-teman pergi, tetapi pada akhirnya kami orang Ukraina selalu tahu bahwa kami harus berjuang untuk diri kami sendiri."
Dia merentangkan tangannya di udara.
"Lihat sekelilingmu, lihat langit, lihat sinar matahari – biru dan kuning, warna bendera nasional kita – siapa tahu, mungkin itu pertanda bahwa semuanya akan baik-baik saja pada akhirnya."
Invasi Dilaporkan akan Terjadi Besok
Perang di Ukraina mungkin dimulai pada hari Rabu (16/2/2022), menurut laporan badan intelijen AS.
Badan intelijen itu telah menyadap komunikasi Rusia yang mengungkapkan rincian "spesifik dan mengkhawatirkan" atas serangan gencar yang kemungkinan akan menyebabkan jatuhnya korban.
Peringatan ini adalah yang terbaru dan yang paling dramatis, dalam serangkaian laporan yang datang dari Washington.
Laporan biasanya diikuti oleh laporan dari London, yang meyakinkan bahwa serangan akan segera terjadi.
Sejak muncul peringatan tersebut, dalam waktu 48 jam banyak negara asing, termasuk AS dan Inggris, meminta warga negara mereka untuk pergi dan melucuti sebagian besar staf kedutaan mereka.
Tim pelatihan militer untuk pasukan Ukraina – termasuk Inggris dan AS – sudah mulai ditarik.
Penerbangan Ditangguhkan
Pada Minggu (13/2/2022), sejumlah maskapai menangguhkan penerbangan ke Ukraina.
Beberapa mengatakan bahwa mereka menghadapi kesulitan besar dalam mendapatkan asuransi untuk melakukan penerbangan.
Tentu saja, ada orang-orang yang memiliki cara lain untuk melarikan diri.
Lebih dari 20 pesawat sewaan dan jet pribadi, yang membawa oligarki, pengusaha kaya, dan keluarga mereka meninggalkan Kiev pada hari Minggu.
Masih banyak lagi penerbangan yang dipesan di tengah kekhawatiran bahwa wilayah udara akan segera ditutup.
Namun, moda transportasi seperti itu berada di luar jangkauan bagi sebagian besar orang.
Bob Allen dari Manchester, yang tinggal di Kiev bersama istri dan dua anaknya yang lahir di Ukraina mendapati bahwa pesawat KLM membatalkan penerbangannya dan tidak berencana untuk terbang lagi di masa mendatang.
"Kami bukan tipe orang yang biasanya memikirkan jet pribadi atau semacamnya," kata Allen kepada Independent.
"Tapi ini sepertinya benar-benar darurat dan sekelompok teman dan saya mencari tahu apakah kami bisa menyewa pesawat. Itu tidak mungkin – harganya jauh di luar jangkauan kami."
Banyak juga warga yang pindah ke bagian tengah negeri.
Anna Nazarenko dan keluarganya menutup apartemen mereka di dekat pusat kota dan berangkat untuk tinggal bersama kerabat di Lviv, di barat negara itu.
"Tempat kami di sini cukup dekat dengan beberapa gedung pemerintah, jadi kami pikir tidak aman untuk tinggal," kata guru berusia 48 tahun itu.
Semua ini terjadi akibat bayang-bayang 130.000 tentara Rusia yang berkumpul di perbatasan Ukraina.
Upaya Diplomatik
Upaya diplomatik berusaha mencegah konflik berlanjut, para pemimpin dan menteri menempuh jalan ke Moskow untuk bertemu Putin.
Kanselir Jerman, Olaf Scholz, dijadwalkan di Kiev untuk bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, sebelum pergi menemui Putin di Moskow.
Scholz menambahi peringatan oleh para pemimpin barat lainnya bahwa Rusia akan menghadapi sanksi keras jika mengambil tindakan militer.
Namun surat kabar Die Welt telah melaporkan bahwa para pejabat di Berlin mempertimbangkan apakah Scholz akan menawarkan jaminan kepada Putin bahwa Ukraina tidak akan bergabung dengan NATO—keinginan utama Kremlin—untuk dekade berikutnya.
Pekan lalu, Presiden Prancis Emmanuel Macron berbicara tentang mengatasi masalah keamanan Rusia setelah mengunjungi Moskow.
Ia dilaporkan menyarankan "Finlandisasi" sebagai kemungkinan masa depan untuk Ukraina - sebuah formula di mana Ukraina, seperti Finlandia, tidak akan bergabung dengan NATO dan tidak akan berusaha untuk memprovokasi Kremlin.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)