News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tergiur Loker di Internet, Pria China Ini Diselundupkan dan Darahnya Diambil oleh Penculik

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Arif Fajar Nasucha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi penculikan.

TRIBUNNEWS.COM - Baru-baru ini China dikejutkan dengan laporan seorang pria dari Provinsi Jiangsu yang diculik sebuah geng dan darahnya diambil berkali-kali.

Dilansir Pandaily, pria itu menjadi 'budak darah' lantaran menolak bekerja untuk penipuan online di Kota Sihanoukville, Kamboja. 

Kasus ini diduga berkaitan dengan situs pencarian kerja di China, 58.com.

Korban yang diidentifikasi bermarga Li ini mengaku pada Juni 2021 lalu diselundupkan ke Kamboja setelah tergiur dengan iklan lowongan pekerjaan di situs 58.com.

Baca juga: Dijanjikan Bekerja di Papua dengan Gaji Rp 7 Juta, 4 Wanita Jadi Korban Perdagangan Orang

Baca juga: Hong Kong Akan Tes Massal Covid-19 di Seluruh Kota, Datangkan Tenaga Kesehatan dari China

Ilustrasi penculikan. (glocalkhabar.com)

Ia 'dijual' berkali-kali oleh geng yang menculiknya karena menolak bergabung dalam operasi penipuan online.

Bahkan pelaku mengambil 1500 ml darah dari tubuhnya setiap setengah bulan, terhitung sebanyak tujuh kali.

Sementara itu menurut laporan Reuters, Beijing Youth Daily pada Rabu (16/2/2022) merilis wawancara dengan Li yang mengaku jadi korban perdagangan manusia ini. 

Li bercerita bahwa pada Juni 2021, ia pergi ke wilayah barat daya Guangxi karena tergiur iklan lowongan pekerjaan di situs 58.com sebagai penjaga klub malam.

Namun ia malah diselundupkan ke kota pesisir Kamboja, Sihanoukville, oleh geng kriminal dan dipaksa melakukan penipuan.

Pada September, para penculiknya mulai melakukan pengambilan darah berulang kali darinya setelah dia menolak bekerja, dan itu membahayakan nyawanya.

Pada Rabu (16/2/2022) malam, Kedutaan Besar China di Kamboja merilis pemberitahuan soal kasus ini dan menyebut kepolisian dari dua negara sedang melakukan penyelidikan.

Namun Kedutaan Besar China tidak menyebutkan situs 58.com terkait dalam dugaan penculikan tersebut.

"Kedubes China di Kamboja sekali lagi mengingatkan warga China yang ingin bekerja di Kamboja untuk mengikuti jalur formal dan tidak percaya pada iklan palsu untuk pekerjaan bergaji tinggi," kata pernyataan dari Kedubes China di Kamboja.

Situs 58.com pada Jumat (18/2/2022) mengungkapkan simpati kepada korban, menyusul kemuculan laporan.

Namun hingga saat ini, 58.com belum menemukan informasi tawaran pekerjaan yang dimaksud korban.

Platform tersebut mengatakan akan sepenuhnya bekerja sama dengan polisi untuk melindungi hak dan kepentingan pengguna.

Tanggapan dari pihak situs pencari kerja ini viral di media sosial China, Weibo.

Warganet menuduh 58.com melakukan praktik tidak etis dengan tingginya angka penipuan, hingga jual-beli data pengguna.

58.com didirikan pada tahun 2005 dan bisnisnya mencakup berbagai bidang termasuk rekrutmen, real estat, mobil, produk bekas, layanan lokal, dan keuangan.

Sebagai platform informasi rahasia, pendapatan 58.com terutama berasal dari biaya layanan pemasaran online dan biaya keanggotaan.

Namun, platform ini mengalami beberapa kekacauan dalam beberapa tahun terakhir.

Ilustrasi penculikan (wisegeek.com)

Baca juga: China Akan Luncurkan 140 Pesawat Luar Angkasa Untuk Berbagai Misi

Baca juga: Presiden AS Joe Biden: Korban Manusia Akan Sangat Besar Jika Rusia Invasi Ukraina

Pada awal 2018, laporan menunjukkan bahwa ada 60 kasus penipuan yang melibatkan 58.com dan situs web serupa yakni Ganji.com ditemukan di China Judgments Online, di antaranya 248 terdakwa ditipu oleh publikasi informasi rekrutmen palsu.

Selain itu, lebih dari 5.500 korban ditipu untuk menyerahkan hampir 100 juta yuan ($16 juta).

Sementara itu, Kota Sihanoukville dalam beberapa tahun terakhir mengalami lonjakan investasi dan imigrasi Tiongkok terutama dalam bisnis kasino, yang dilarang di Tiongkok daratan.

Operasi perjudian online ilegal yang menargetkan pasar daratan sering dijalankan di wilayah luar negeri seperti Kamboja atau Filipina, di mana penegakannya kurang ketat.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini