TRIBUNNEWS.COM - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan sejauh ini 137 warganya telah tewas akibat serangan Rusia.
Para korban termasuk warga sipil dan pasukan militer.
Dikutip dari Aljazeera, Zelensky mengatakan pada hari pertama invasi Rusia, 137 warga sipil dan personel militer telah tewas.
Zelensky menyebut mereka 'pahlawan' dalam video pidatonya.
Baca juga: Ini Penyebab Sebenarnya Rusia Serang Ukraina
Selain itu, dia melaporkan bahwa 316 warganya juga terluka.
"Mereka (pasukan Rusia) membunuh orang dan mengubah kota yang damai menjadi target militer. Itu busuk dan tidak akan pernah dimaafkan," kata Zelensky, Kamis (24/2/2022).
Warga Kyiv Terkejut dengan Serangan Rusia
Penduduk ibu kota Ukraina, Kyiv mengatakan mereka terkejut dengan serangan Rusia di Ukraina.
Seorang warga Kyiv, Anna Dovnya mengatakan dia 'tidak pernah berpikir' invasi akan melibatkan Kyiv setelah beberapa ledakan terdengar di ibukota Ukraina.
"Sampai saat-saat terakhir, saya tidak percaya itu akan terjadi. Saya pikir itu mungkin hanya melibatkan Donetsk dan Luhansk, tetapi saya tidak pernah berpikir itu akan melibatkan Kyiv," katanya kepada Al Jazeera.
Baca juga: Pernyataan Sikap Indonesia terhadap Serangan Militer Rusia di Ukraina
Warga lainnya, Hayan Babokoy, mengatakan semua orang pergi, semuanya tutup.
Warga Kyiv, Oleksandra Shustik mendesak seluruh dunia untuk menghentikan langkah Rusia.
"Saya benci negara yang memulai perang ini, saya berbicara sebagai seorang ibu dan sebagai orang Ukraina, dan saya meminta seluruh dunia untuk membantu kami dan menghentikan agresor ini," kata Shustik.
Bisa Picu Perang Dunia III
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto menilai serangan militer Rusia ke Ukraina bisa memicu terjadinya Perang Dunia III.
Karena itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta untuk bertindak agar hal itu bisa dihindari.
Hikmahanto mengimbau Presiden Jokowi untuk melakukan tindakan demi menyelesaikan permasalahan ini. Apalagi, saat ini Presiden Jokowi merupakan Presidensi G-20.
“Tindakannya sampaikan ke PBB, bahwa permasalahan ini harus dibawa ke Majelis Umum PBB, tidak ke Dewan Keamanan PBB,” ujar Hikmahanto, Kamis (25/2/2022).
“Sehingga dengan begitu, tak akan ada veto di situ, dan pengambilan keputusan berdasarkan mayoritas karena apa yang terjadi di Ukraina bisa menyebabkan Perang Dunia III,” ujarnya.
Baca juga: Profil Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Pemula Politik dan Pernah Jadi Aktor
Penyebab Rusia Serang Ukraina
Rusia melakukan serangan militer besar-besaran ke Ukraina, Kamis (24/2/2022).
Suara sirine di sejumlah kota termasuk Ibu Kota Kiev terdengar meraung-raung.
Ledakan keras dari senjata militer Rusia membumi hanguskan sejumlah instalasi militer Ukraina.
Diwartakan Tribunnnews.com sebelumnya, wilayah yang sekarang disebut Ukraina, Rusia, dan Belarusia adalah bagian dari Kievan Rus.
Kievan Rus adalah negara adidaya abad pertengahan yang berpusat di tepi Sungai Dnieper, hampir 1.200 tahun yang lalu.
Namun Rusia dan Ukraina memiliki bahasa, sejarah dan politik yang berbeda.
Presiden Rusia Vladimir Putin telah berulang kali mengklaim bahwa Rusia dan Ukraina adalah "satu", bagian dari "peradaban Rusia" yang juga mencakup negara tetangga Belarusia.
Sementara itu, Ukraina menolak klaim Putin tersebut.
Ukraina mengalami dua revolusi pada 2005 dan 2014.
Keduanya menolak supremasi Rusia.
Ukraina mencari jalan untuk bergabung dengan Uni Eropa dan NATO (North Atlantic Treaty Organization) atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara.
Putin pun sangat marah dengan kemungkinan adanya pangkalan NATO di perbatasannya jika Ukraina bergabung dengan aliansi tersebut.
Sebab NATO adalah aliansi militer yang didirikan lantaran persaingan blok Barat dengan Uni Soviet dan sekutunya pasca-Perang Dunia II.
Anggota NATO diisi negara-negara sekutu Amerika seperti Inggris.
Konflik Rusia dan Ukraina sebenarnya telah terjadi sejak 2014.
Saat itu, Ukraina menggulingkan presiden yang pro-Rusia yakni Viktor Yanukovych.
Pelengseran Yanukovych menyebabkan konflik dalam pemerintahan Ukraina yang terbagi menjadi dua golongan yaitu pendukung Uni Eropa dan pendukung Rusia.
Putin pun menggunakan kekosongan kekuasaan untuk mencaplok Krimea dan mendukung pemberontakan dari golongan separatis atau pendukung Rusia di provinsi tenggara Donetsk dan Luhansk.
Campur tangan Rusia atas permasalahan Ukraina didasarkan pada kepentingan politik dan ekonomi.
Letak geopolitik Crimea yang strategis ingin dimanfaatkan Rusia untuk memperkuat pengaruh di kawasan Eropa Timur dan Timur Tengah.
Konflik Rusia dan Ukraina tersebut berubah menjadi perang terpanas di Eropa.
Serta telah menewaskan lebih dari 13.000 orang dan jutaan orang mengungsi.
Saat konflik Rusia dan Ukraina tahun 2014, militer Ukraina kekurangan perlengkapan dan demoralisasi, sementara pemberontak memiliki 'konsultan' dan persenjataan Rusia.
Namun pada konflik Rusia dan Ukraina saat ini, Ukraina jauh lebih kuat secara militer dan ribuan sukarelawan yang membantu mengusir separatis siap untuk melakukannya lagi.
Ukraina membeli atau menerima persenjataan canggih dari Barat dan Turki, termasuk rudal Javelin yang terbukti mematikan bagi tank separatis.
Serta drone Bayraktar yang memainkan peran penting dalam perang tahun lalu antara Azerbaijan dan Armenia.
Sementara itu, Ukraina telah mendorong pembangunan domestik dan produksi senjata beberapa di antaranya sama efektifnya dengan persenjataan Barat.
Terlepas dari alasan ideologis dan politik, ada dimensi ekonomi dibalik konflik Rusia dan Ukraina.
Putin telah mati-matian memaksa Ukraina menjadi anggota dalam blok perdagangan bebas yakni Uni Ekonomi Eurasia (EAEC) yang didominasi Rusia.
Uni Ekonomi Eurasia (EAEC) menyatukan beberapa negara bekas Republik Soviet dan secara luas dipandang sebagai langkah pertama untuk mereinkarnasi Uni Soviet.
Dengan populasi 43 juta dan hasil pertanian dan industri yang kuat, Ukraina seharusnya menjadi bagian terpenting dari EAEC setelah Rusia, tetapi Ukraina menolak untuk bergabung.
Mengacu pada teori ekonomi model Paul Krugman, untuk menciptakan pasar swasembada, seseorang membutuhkan populasi sekitar 250 juta.
Sehingga, Ukraina dan Uzbekistan (dengan populasi 34 juta) perlu dimasukkan dalam "reinkarnasi Uni Soviet" tersebut.
Itu sebabnya ada perang geo-politik permanen di sekitar negara-negara ini termasuk memicu konflik Rusia dan Ukraina. Ekonomi Ukraina tenggelam setelah memutuskan hubungan dengan Rusia, yang pernah menjadi mitra ekonomi terbesarnya.
Tetapi tujuh tahun setelah konflik, resesi berakhir, karena harga dunia untuk biji-bijian dan baja sebagai ekspor utama Ukraina mulai meroket sehingga memulihkan kondisi ekonomi Ukraina.
(Tribunnews.com/Fajar)(Tribun Network/fik/wly)
Berita lain terkait Konflik Rusia Vs Ukraina