TRIBUNNEWS.COM, KYIV - Dalam serangkaian panggilan telepon dari Kyiv yang terkepung, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy, telah membujuk negara-negara barat untuk menyetujui serangkaian sanksi terhadap Rusia yang tak terbayangkan seminggu yang lalu.
Merasakan bagaimana opini publik Eropa menanggapi keberanian rakyatnya, Zelenskiy terus-menerus berbicara melalui telepon kepada para pemimpin barat, menggunakan cuitannya di Twitter untuk membujuk, mendorong, memarahi dan memuji sekutu-sekutunya.
Dalam prosesnya, sanksi yang dianggap tidak terpikirkan seminggu yang lalu telah menjadi dasar moral.
Kecepatan di mana barat telah menyetujui sanksi baru juga telah membuat para pengacara, pejabat dan bankir terengah-engah, para pejabat mengakui, ketika mereka bekerja di bawah tekanan berat untuk mengubah berita utama menjadi kenyataan.
Seorang pejabat mengatakan: "Kami kagum padanya. Dia mungkin pada akhirnya tidak dapat menyelamatkan Ukraina, atau mengubah Rusia, tetapi dia mengubah Eropa."
Seperti dilansir dari Guardian, Senin (28/2/2022), dia lakukan diplomasi hari Sabtu (26/2/2022).
Zelensky mengatakan dia membuka hari di garis depan diplomatik dengan panggilan telepon ke Emmanuel Macron.
Kemudian diikuti ketika hari itu belanjut dengan panggilan ke presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, perdana menteri Italia, Mario Draghi.
Juga presiden Swiss, Ignazio Cassis, perdana menteri India, Narendra Modi, presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, dan perdana menteri Belanda, Mark Rutte.
Dilanjutkan lagi dengan panggilan ke Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, kanselir Jerman, Olaf Scholz, Paus Fransiskus, perdana menteri Ceko, Petr Fiala, presiden Polandia, Andrzej Duda, dan akhirnya dengan perdana menteri Inggris.
Sehari sebelumnya, jumlah panggilan serupa, semua difokuskan pada permintaan senjata dan sanksi yang lebih keras.
Zelenskiy berhasil membuat panggilan telepon, menggalang dukungan, mengarahkan pasukannya dan tidur, itu sulit dipahami.
Orang yang telah mendengarnya beraksi mengatakan: "Dia sangat langsung, sangat bersemangat dan sangat praktis."
Tetapi panggilan itu telah menghasilkan 'buah emas' bagi Zelenskiy dan membantu membalikkan keadaan.
Laju perubahan sosial semakin cepat dalam sebagian besar perang, menyaksikan Jerman dalam waktu seminggu mengambil sikap 180 derajat dan kembali melakukan penjualan senjata ke Ukraina, bersumpah untuk meningkatkan pengeluaran pertahanan menjadi 2% dari PDB dan setuju untuk pemblokiran bank-bank Rusia dari SWIFT.
Bukan hanya satu set perubahan kebijakan yang luar biasa, itu menandai titik balik dalam pola pikir pasca-perang dunia kedua.
Demikian pula, perdana menteri Italia, Mario Draghi, menekankan awal pekan ini perlunya solusi jangka panjang yang diperlukan untuk melepaskan Italia dari ketergantungan dengan gas Rusia.
Pejabat lain mengakui peluang jangka panjang militer Ukraina untuk dapat bertahan melawan pasukan Rusia yang jauh lebih unggul.
Paus Fransiskus Telepon Zelenskiy: Sampaikan 'Rasa Sakit yang Mendalam' Atas Penderitaan Ukraina
Sabtu (26/2/2022) lalu, Paus Fransiskus menelepon Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy.
Paus menyatakan "rasa sakit yang paling mendalam" atas penderitaan negara itu.
Baca juga: Presiden Ukraina Minta Keanggotaan Uni Eropa Jalur Cepat
Demikian diungkap Kedutaan Besar Ukraina untuk Vatikan.
Kedutaan mengumumkan percakapan itu dalam sebuah unggahan Twitter.
"Bapa Suci mengungkapkan rasa sakitnya yang paling mendalam atas peristiwa tragis yang terjadi di negara kita," cuit kedutaan Ukraina.
Seorang pejabat kedutaan mengatakan kepada Reuters bahwa percakapan itu terjadi sekitar pukul 4 sore waktu setempat, tetapi tidak dapat mengungkapkan rincian lebih lanjut.
Vatikan mengonfirmasi panggilan itu dan dalam tweetnya sendiri Zelenskiy mengatakan dia berterima kasih kepada Paus "karena berdoa untuk perdamaian di Ukraina dan gencatan senjata. Orang-orang Ukraina merasakan dukungan spiritual dari Bapa Suci."
24 Jam ke Depan adalah Periode Krusial
Zelenskyy yakin 24 jam ke depan adalah periode krusial bagi Ukraina.
Hal itu disampaikan Presiden Ukraina dalam panggilan telepon dengan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.
Perdana Menteri Inggris berbicara kepada presiden Ukraina lagi pada Minggu (27/2/2022), dan memuji perlawanan "heroik" rakyat Ukraina dalam menghadapi serangan Rusia.
Perdana Menteri juga memuji kepemimpinan Zelenskyy dalam menghadapi kesulitan yang sedang terjadi.
Perdana Menteri mengatakan kepada Zelenskyy, dia akan melakukan semua yang dia bisa untuk membantu memastikan bantuan militer dari Inggris dan sekutu mencapai Ukraina.
Baca juga: Italia Janji Kirim Senjata ke Ukraina dan Beri Bantuan untuk Pengungsi
Invasi Rusia ke Ukraina Tewaskan 352 Warga Sipil, Termasuk 14 Anak-anak
Kementerian Kesehatan Ukraina merilis data terkini jumlah korban dari invasi Rusia.
Pada Minggu (27/2/2022) waktu setempat, Kementerian Kesehatan menyebut 352 warga sipil, termasuk 14 anak-anak, telah tewas sejak awal invasi Rusia ke Ukraina.
Dikatakan juga, 1.684 orang, termasuk 116 anak-anak, telah terluka akibat invansi Rusia.
Rusia Laporkan Kerugian Pasukannya selama Operasi Khusus: Ada yang Tewas, Terluka dan Disandera
Kementerian Pertahanan (Kemhan) Rusia melaporkan kerugian yang dialami pasukan Rusia yang turut ambil bagian dalam operasi militer khusus di Ukraina.
Pernyataan ini disampaikan Juru bicara kementerian itu, Igor Konashenkov pada hari Minggu kemarin.
"Tentara Rusia menunjukkan keberanian dan kepahlawanan selama operasi militer khusus. Tapi, sayangnya, ada yang tewas dan terluka diantara mereka," kata Konashenkov.
Baca juga: Usai Negosiasi di Belarusia Gagal, Rusia dan Ukraina Sepakat Gelar Pertemuan Kedua
Kendati demikian, ia menambahkan bahwa kerugian Rusia jauh lebih kecil jika dibandingkan 'kerugian yang dialami pasukan Ukraina' dan nasionalis negara itu.
Ia juga menyampaikan bahwa beberapa tentara Rusia telah ditawan.
"Kami tahu bagaimana Nazi Ukraina memperlakukan beberapa prajurit Rusia yang telah ditawan. Kami melihat bahwa mereka menggunakan siksaan yang sama seperti Nazi Jerman selama Perang Patriotik Hebat (Front Timur selama Perang Dunia II di mana bekas Uni Soviet berperang melawan Nazi Jerman," tegas Konashenkov.
Dikutip dari laman TASS, Senin (28/2/2022), Konashenkov pun kemudian bersumpah bahwa militer Rusia akan terus memperlakukan pasukan Ukraina yang menyerah dengan cara yang manusiawi.
"Kami memahami bahwa mereka mengambil sumpah kepada rakyat Ukraina. Semua orang yang menyerahkan senjata dan menghentikan perlawanan akan dibebaskan untuk kembali kepada keluarga mereka," papar Konashenkov.
Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan dalam pidatonya yang disiarkan televisi nasionalnya pada Kamis pagi waktu setempat bahwa sebagai tanggapan atas permintaan para Kepala Republik Donbass, ia telah membuat keputusan untuk melakukan operasi militer khusus.
Langkah ini diklaim untuk melindungi orang-orang 'yang telah mengalami pelecehan dan genosida selama 8 tahun oleh rezim Ukraina'.
Baca juga: Uni Eropa akan Pasok Senjata hingga Sediakan Jet Tempur untuk Ukraina
Baca juga: Jerman akan Kirim 1.000 Senjata Anti-Tank dan 500 Rudal ke Ukraina
Pemimpin Rusia itu menekankan bahwa negaranya tidak memiliki rencana untuk menduduki wilayah Ukraina.
Saat mengklarifikasi perkembangan yang sedang berlangsung, Kementerian Pertahanan Rusia meyakinkan bahwa pasukan Rusia tidak menargetkan kota-kota di Ukraina.
Namun terbatas hanya pada operasi penyerangan dan pelumpuhan infrastruktur militer Ukraina saja.
Tidak ada ancaman apapun yang ditargetkan terhadap rakyat sipil.(Guardian/Reuters Kyiv Independent/New York Post/Malau)