TRIBUNNEWS.COM - Invasi Rusia menimbulkan dampak baru yaitu peningkatan kasus Covid-19 di Ukraina.
Dikutip dari Aljazeera, perang antar dua negara membuka lembaran gelap di mana naiknya kasus Covid-19 tidak hanya berdampak terhadap Ukraina tetapi juga negara sekitar.
Diketahui, selama peperangan terjadi, sangat dimungkinkan para pasukan atau warga setempat mengidap virus dan dapat menyebarkan kepada orang di sekitarnya.
Baca juga: Atlet Olimpiade Ukraina Ikut Angkat Senjata Melawan Serangan Militer Rusia
Baca juga: Wali Kota Kyiv: Konvoi Pasukan Rusia Hampir Mencapai Ibu Kota, Kami Sedang Bersiap Menyambutnya
Apabila ditarik sejarah, medan perang menjadi ‘tempat ideal’ untuk penyebaran virus.
Hal ini dinyatakan oleh seorang dokter sekaligus dosen senior di Universitas Leeds dan Universitas Bradford Inggris, Amir Khan.
“Sejarah memperlihatkan bahwa medan perang menjadi tempat ideal untuk penyebaran penyakit mematikan.”
“Hal ini diakibatkan dari pemerintah yang terdistraksi akibat konflik, goyahnya layanan kesehatan, dan naiknya orang terinfeksi sehingga mengakibatkan badai pandemi yang sangat sempurna terkait bencana penularan penyakit,” ujarnya.
Faktor-faktor di atas akan menciptakan pandemi terkait penularan penyakit.
Amir mencontohkan penyebaran virus Ebola di Republik Demokrasi Kongo pada tahun 2018-2020.
Pada saat itu, penyebaran virus ebola dibarengi adanya konflik sipil sehingga menyebabkan terinfeksinya warga Kongo.
Selain itu, ia juga melihat bagaimana konflik di Kongo dapat berdampak teradapat ketersediaan pelayanan kesehatan publik sehingga semakin mempercepat penyebaran virus Ebola.
Efek terhadap pelayanan kesehatan di Kongo saat itu antara lain terkait vaksinasi yang tidak merata, tidak adanya waktu untuk melakukan isolasi saat terjangkit, dan pola hidup yang berubah akibat konflik.
Amir juga mencontohkan konflik yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara seperti Suriah, Irak, Yaman, dan Libya di mana konflik menyebabkan hancurnya layanan kesehatan publik seperti rumah sakit dan kllinik.
Ditambah banyaknya ahli kesehatan yang terbunuh akibat konflik semakin memperparah kondisi di negara-negara tersebut.
Selain itu di Yaman, telah mengalami serangan secara konstan dari Arab Saudi sejak 2015 dan mengakibatkan kerusakan infrastruktur seperti faisilitas kesehatan.
Berkaca dari sejarah, Amir menyatakan konflik Rusia dan Ukraina akan semakin memperparah penularan Covid-19.
Diketahui, per 17 Februari, Rusia memiliki kasus positif hingga lebih dari 180 ribu orang di mana itu merupakan sehari sebelum menginvasi Ukraina.
Banyaknya kasus positif yang terjadi membuat adanya peluang di mana pasukan Rusia membawa virus ketika melakukan invasi ke Ukraina.
Sementara berdasarkan data yang tersedia di Ukraina, lebih dari 4,8 juta kasus Covid-19 dilaporkan dan menyebabkan kematian sebanyak 105.500 jiwa serta terjadinya peningkatan kasus baru secara signifikan sepanjang Januari-Februari 2022.
Ukraina mengalami peningkatan kasus tertinggi pada awal Februari yang mencapai lebih dari 43 ribu kasus positif.
Baca juga: Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Larang Warganya Ikut Bertempur ke Ukraina
Walaupun sejak invasi dilakukan terjadi penurunan kasus, hal ini diyakini oleh Amir disebabkan oleh tidak dilakukannya pengecekan oleh daerah dan kedua negara.
Tingginya kasus positif di Ukraina disebabkan oleh rendahnya vaksinasi di Ukraina.
Invasi ini, menurut Amir, semakin mengagalkan usaha Pemerintah Ukraina untuk menggenjot vaksinasi.
“Di Ukraina hanya tercatat 34 persen dari penduduknya telah memperoleh vaksin Covid-19 secara penuh dan membuat usaha pemerintah untuk mempercepat vaksinasi menjadi semakin sulit karena invasi Rusia,” ujar Amir.
Selain itu, kasus penyebaran Covid-19 tersebut semakin diperparah dengan adanya misinformasi soal vaksin di negara-negara Eropa Timur.
Amir mengatakan bahwa studi menunjukkan, Rusia memiliki peran dalam misinformasi soal Covid-19.
Selain itu, Amir juga menambahkan fakta lain terakit invasi Rusia di Ukraina di mana negara pimpinan Vladimir Putin ini telah membangun rumah sakit untuk pasukannya yang sakit dan terluka di sekitar Ukraina.
World Health Organization (WHO), kata Amir, juga mengungkpakan pada Minggu (27/2/2202) kesulitan untuk mengirim tabung oksigen ke rumah sakit di Ukraina.
Diketahui, diperkirakan terdapat 1.700 pasien yang mengidap Covid-19 di rumah sakit yang mana dimungkinkan membutuhkan oksigen dan terdapat laporan beberapa rumah sakit telah kehabisan tabung oksigen.
Sejak invasi oleh Rusia, WHO telah memperingatkan kepada rumah sakit di Ukraina bahwa kemungkinan akan kehabisan suplai tabung oksigen dalam jangka waktu 24 jam dan membuat ribuan orang berada dalam risiko kematian.
Terkait dampak Covid-19 akibat invasi Rusia ke Ukraina, Amir mendesak agar ada usaha untuk melakukan vaksinasi kepada pengungsi ketika sampai di negara yang dituju.
Hal ini untuk meminimalisir penyebaran Covid-19 semakin meluas.
Baca juga: Kisah Atlet Bulutangkis Ukraina Ketika Terjadi Invasi, Ada yang Stres hingga Sembunyi di Bawah Tanah
Selain itu, Amir juga menambahkan pentingnya keseriusan dalam penanganan dari pihak internasional terkait konflik antara Rusia dan Ukraina dalam konteks pelayanan kesehatan.
“Usaha harus dilakukan terkait vaksinasi terhadap pengungsi ketika mereka telah berada di negara sekitar Ukraina.”
“Namun tidak kalah pentingnya penyelesaian secara diplomatik oleh pihak internasional untuk mengakhiri perang sehingga pemulihan sistem pelayanan kesehatan dapat dilakukan,” pungkasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Konflik Rusia Vs Ukraina