TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan pernyataan terkait meletusnya peperangan antara Rusia dan Ukraina.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengungkapkan keprihatinannya terhadap perang yang terjadi.
"Sangat prihatin dengan peperangan Rusia-Ukraina. Peperangan tidak hanya menimbulkan kerusakan fasilitas publik dan korban jiwa baik yang meninggal dunia maupun luka-luka. Sebagian korban adalah
masyarakat sipil. Peperangan bukanlah jalan keluar menyelesaikan masalah," ujar Haedar melalui keterangan tertulis, Jumat (4/3/2022).
Baca juga: Anis Matta Sebut Perang Rusia-Ukraina Pertanda Bakal Ada Tatanan Dunia Baru
Muhammadiyah mendesak kedua belah pihak untuk dapat melakukan gencatan senjata dan mencoba mencari solusi damai melalui meja perundingan.
Selain itu, Muhammadiyah juga jendesak PBB, khususnya Dewan Keamanan, melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengakhiri peperangan karena akan menimbulkan masalah yang kompleks baik ekonomi, politik, kemanusiaan, perdamaian global, dan masalah-masalah lainnya.
"Memberikan apresiasi kepada Pemerintah Indonesia yang telah membuat seruan agar pertempuran diakhiri," kata Haedar.
Baca juga: Jerman Minta PBB Usut Pelanggaran HAM Berat Invasi Rusia ke Ukraina
Baca juga: Komisi I DPR Sambut Langkah RI Setujui Resolusi PBB Terkait Invasi Rusia: Sesuai Amanah Konstitusi
Meski begitu, Muhammadiyah meminta Pemerintah Indonesia bisa lebih aktif dan proaktif terlibat dalam penyelesaian peperangan Rusia-Ukraina dan berbagai dampak yang ditimbulkannya.
Muhammadiyah juga mengimbau agar masyarakat tak terpengaruh propaganda kedua belah pihak.
"Mengimbau masyarakat, khususnya umat Islam, agar tidak terpengaruh oleh provokasi dan propaganda kedua belah pihak yang berusaha mencari dukungan politik internasional," ucap Haedar.
Menurutnya, peperangan Rusia-Ukraina bukanlah karena masalah agama.
Sehingga masyarakat dan umat Islam, hendaknya tetap menjaga kerukunan dan persatuan.
Haedar meminta masyarakat tidak menyebarkan informasi yang tidak jelas sumbernya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
"Di era tatanan dunia baru yang menjunjung demokrasi dan perdamaian, semestinya dibangun hubungan antar negara dan bangsa yang lebih adil, saling menghormati, dan menjauhkan tindakan hegemoni dalam bentuk apapun karena pada dasarnya semua negara dan bangsa di muka bumi ini
memiliki kesetaraan," pungkas Haedar.