TRIBUNNEWS.COM, TAIWAN - Setelah Rusia menginvasi Ukraina, giliran Taiwan yang was-was.
Taiwan khawatir China akan melakukan hal serupa mengivansi negaranya.
Ahli strategi militer Taiwan telah mempelajari invasi Rusia ke Ukraina.
Perlawanan Ukraina akan menjadi strategi pertempuran Taiwan jika terjadi perang dengan China.
"Ukraina, di bawah kondisi yang tidak menguntungkan dari musuh yang lebih besar dari mereka, telah secara efektif menahan serangan militer Rusia," kata Kementerian Pertahanan Taiwan dalam laporan kepada parlemen pada Kamis (10/3/2022), seperti dilansir Reuters.
Militer Taiwan telah "merujuk" pengalaman Ukraina untuk bisa memanfaatkan pertempuran di tanah airnya dan sudah memasukkan "perang asimetris" ke dalam perencanaan, Kementerian Pertahanan Tawian menambahkan.
Baca juga: Ukraina Klaim Dibantu Sukarelawan Perang Barat, Rusia Izinkan Sukarelawan Perang dari Timur Tengah
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen telah memperjuangkan gagasan "perang asimetris", untuk membuat pasukannya lebih mobile dan sulit diserang.
Misalnya dengan memasang rudal di kendaraan.
Hanya, tidak peduli siapa yang menang dalam perang di masa depan antara Taiwan dan China, itu akan menjadi "kemenangan yang menyedihkan", Menteri Pertahanan Taiwan Chiu Kuo-cheng mengatakan pada Kamis (10/3/2022).
Menurut Chiu, kedua belah pihak akan membayar harga yang mahal jika terjadi konflik antara China dan Taiwan, dengan Beijing telah berjanji untuk merebut kembali pulau itu, dengan kekerasan jika perlu.
“Jika terjadi perang, terus terang, semua orang akan sengsara, bahkan untuk pemenangnya,” katanya, seperti dikutip Reuters.
"Seseorang harus benar-benar memikirkan ini," ungkap Chiu sebelum sesi parlemen Taiwan tentang implikasi keamanan dari invasi Rusia ke Ukraina. "Semua orang harus menghindari perang".
Sementara Taiwan telah meningkatkan tingkat siaganya sejak perang di Ukraina, Taipe melaporkan, tidak ada kegiatan militer China yang tidak biasa.
Meskipun, Angkatan Udara China terus melakukan misi sesekali ke zona identifikasi pertahanan udara Taiwan. "Kami melihat perubahan dengan tenang dan kami siap untuk itu," ujar Chiu tentang China.
Dewan Urusan Taiwan yang membuat kebijakan China mengatakan pada Rabu (9/3) dalam sebuah laporan kepada parlemen, China terlalu sibuk dengan memastikan stabilitas untuk kongres Partai Komunis pada akhir tahun untuk tiba-tiba meningkatkan ketegangan dengan Taiwan.
Secara terpisah, seorang anggota badan penasihat legislatif China mengusulkan penguatan undang-undang pemisahan diri tahun 2005 yang menjelaskan alasan serangan terhadap Taiwan.
Zhang Liangqi mengatakan undang-undang baru diperlukan untuk menarget mereka yang mengupayakan kemerdekaan formal dan permanen Taiwan dari China.
Taiwan memisahkan diri dari China menyusul perang saudara pada tahun 1949.
Dalam apa yang disebutnya sebagai peringatan bagi para pendukung kemerdekaan Taiwan dan sekutu-sekutu asing mereka, China telah menggelar sejumlah latihan militer dan menerbangkan pesawat-pesawat militer di dekat wilayah udara pulau itu, termasuk pada 24 Februari, hari ketika Rusia memulai invasi ke Ukraina.
Sumber: Reuters/VOA/Kontan.co.id