Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Para pemimpin negara-negara G7 menekankan kembali berdiri bersama Ukraina dan akan memberlakukan sanksi-sanksi seperti isolasi ekonomi terhadap Rusia.
Pernyataan para pemimpin G7 tersebut dibuat di Jepang, Jumat (11/3/2022) malam waktu Jepang.
Berikut pernyataan lengkap para pemimpin G7 diperoleh Tribunnews.com dari pemerintah Jepang.
"Pernyataan Pemimpin G7"
Berlin, 11 Maret 2022
Kami Pemimpin Kelompok Tujuh (G7) tetap bertekad untuk berdiri bersama Ukraina, orang-orang dan pemerintah yang secara heroik melawan militer Presiden Rusia Vladimir Putin, agresi dan perang pilihan melawan negara berdaulat mereka atas serangan yang tidak dapat dibenarkan yang menyebabkan penderitaan yang sangat besar dan hilangnya nyawa yang tragis, termasuk melalui pengeboman dan penembakan warga sipil yang semakin membabi buta di sekolah, rumah, dan rumah sakit.
Kami bersatu dalam tekad kami untuk meminta pertanggungjawaban Presiden Putin dan rezimnya untuk perang yang tidak beralasan ini yang untuk itu perlu mengisolasi Rusia.
Dan negara-negara harus bergabung bersama menyerukan Presiden Putin dan rezimnya untuk segera berhenti serangan berkelanjutannya terhadap Ukraina dan menarik pasukan militernya.
Kami berdiri dalam solidaritas dengan mereka yang berani menginvasi Ukraina.
Kami mendesak Rusia untuk memastikan akses kemanusiaan yang aman dan tanpa hambatan bagi para korban serangannya di Ukraina, dan untuk memungkinkan perjalanan yang aman bagi warga sipil yang ingin pergi.
Kami menyerukan, dan berkomitmen untuk memberikan bantuan kemanusiaan, medis dan keuangan kepada pengungsi dari Ukraina.
Sejak Presiden Putin meluncurkan invasi Federasi Rusia pada 24 Februari 2022, kami negara-negara G7 telah memberlakukan tindakan pembatasan ekspansif yang telah sangat membahayakan ekonomi dan sistem keuangan Rusia, sebagaimana dibuktikan oleh reaksi pasar yang masif telah secara kolektif mengisolasi bank-bank penting Rusia dari sistem keuangan global.
Kemampuan Bank Sentral Rusia untuk memanfaatkan cadangan devisanya, memberlakukan larangan ekspor besar-besaran ke Rusia dan kontrol yang memisahkan Rusia dari teknologi canggih kami.
Dan menargetkan arsitek perang ini, yaitu Presiden Rusia Vladimir Putin dan kaki tangannya, serta rezim Lukashenko di Belarus.