TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Pertahanan Inggris mengatakan bahwa Rusia bisa saja berencana gunakan senjata kimia atau senjata biologi di Ukraina.
Pernyataan tersebut diungkapkan dalam sebuah tweet sebagai tanggapan atas serangan palsu yang dilakukan terhadap pasukan Rusia.
Mengutip Reuters, pejabat Amerika Serikat juga telah membuat pernyataan serupa.
Postingan Twitter tersebut mengatakan bahwa operasi semacam itu dapat berupa serangan palsu.
Baca juga: Rusia Disebut Minta Bantuan Makanan dari China di Tengah Invasi ke Ukraina
Baca juga: AS Peringatkan China agar Tak Bantu Invasi Rusia di Ukraina: Pasti akan Ada Konsekuensi
Kementerian Pertahanan juga mengatakan jika tidak melihat adanya bukti untuk mendukung tuduhan rusia bahwa Ukrainan berencana menggunakan senjata kimia dan biologi.
Sebelumnya diberitakan, bahwa Rusia menuduh Ukraina punya senjata biologis yang didanai AS.
Atas tuduhan tersebut AS membantahnya.
Juru Bicara Pentagon mengatakan bahwa hal tersebut merupakan propaganda dari Rusia.
AS dan sekutu juga menuduh Rusia menyebarkan rumor tersebut sebagai langkah awal untuk meluncurkan sejata biologis atau senjata kimianya sendiri.
PBB juga mengatakan bahwa tak memiliki bukti jika Ukraina punya program senjata biologis.
Presiden AS Joe Biden juga memperingatkan Rusia, bahwa Rusia akan membayar "harga mahal" jika militer Rusia menggunakan senjata kimia untuk melawan Ukraina.
AS Peringatkan China agar Tak Bantu Invasi Rusia
Amerika Serikat (AS) telah memperingatkan China agar tidak membantu Rusia dalam invasinya ke Ukraina, setelah pembicaraan pada Senin (14/3/2022)
Rusia belum merebut satu pun dari 10 kota terbesar di Ukraina sejak memulai serangannya pada 24 Februari lalu, serangan paling besar terhadap negara Eropa sejak Perang Dunia Kedua.
Moskow menyebut tindakan di Ukraina sebagai "operasi militer khusus" untuk "mendenazifikasi" negara itu.
Dikutip dari CNA, Rusia telah meminta bantuan militer dan ekonomi dari Beijing, menurut pejabat AS.
Moskow menyangkal hal itu, dengan mengatakan bahwa mereka memiliki sumber daya yang cukup untuk memenuhi semua tujuannya.
Kementerian luar negeri China menyebut laporan bantuan itu sebagai "disinformasi".
(Tribunnews.com, Renald/Yurika)