TRIBUNNEWS.COM - Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa menyalahkan NATO atas perang yang berkobar di Ukraina.
Ramaphosa mengatakan dia menolak seruan untuk mengutuk Rusia.
Pernyataan Ramaphosa disampaikan di tengah keraguan apakah dia akan diterima Ukraina atau Barat sebagai penengah konflik Rusia dengan Ukraina.
Dilansir Al Jazeera, berbicara kepada parlemen pada Kamis (17/3/2022), Ramaphosa mengatakan perang dapat dihindari, jika NATO mengindahkan peringatan para pemimpin dan pejabatnya sendiri.
Baca juga: Rusia Tuduh Ukraina Tengah Kembangkan Penyakit yang Bisa Ditularkan Melalui Kelelawar
Baca juga: Biden Kirim Drone Bunuh Diri ke Ukraina, Ini Kehebatannya Dibanding Bayraktar TB2
"Ekspansi ke arah timur akan mengarah pada ketidakstabilan yang lebih besar, tidak kurang, di wilayah (NATO)," katanya.
Ramaphosa menambahkan Afrika Selatan tidak dapat memaafkan penggunaan kekuatan dan pelanggaran hukum internasional.
Presiden Vladimir Putin telah mencirikan tindakan Rusia sebagai "operasi khusus" untuk melucuti senjata dan "denazifikasi" Ukraina dan melawan apa yang disebutnya agresi NATO.
Kyiv dan sekutu Baratnya percaya bahwa Rusia melancarkan perang tanpa alasan untuk menaklukkan tetangga yang disebut Putin sebagai negara buatan.
Baca juga: Militer Ukraina Sebut Rusia Tembakkan 6 Rudal ke Lviv, 2 Berhasil Dicegat
Baca juga: Rudal Rusia yang Diluncurkan dari Laut Hitam Hantam Lviv, Ada yang Berhasil Ditembak Jatuh Ukraina
Ramaphosa juga mengungkapkan bahwa Putin telah meyakinkannya secara pribadi bahwa negosiasi sedang membuat kemajuan.
Pemimpin Afrika Selatan itu mengatakan belum berbicara dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, tetapi dia menginginkannya.
Pada Jumat (18/3/2022), Ramaphosa mengatakan Afrika Selatan telah diminta untuk menengahi dalam konflik Rusia-Ukraina.
Dia tidak mengatakan siapa yang memintanya untuk campur tangan.
“Ada orang-orang yang bersikeras bahwa kita harus mengambil sikap yang sangat bermusuhan terhadap Rusia,” tambah Ramaphosa.
“Pendekatan yang akan kita ambil (sebagai gantinya) adalah … bersikeras bahwa harus ada dialog.”
Baca juga: Apakah Bencana Nuklir Mungkin Terjadi di Ukraina?
Baca juga: Kemhan Ukraina: Pasukan Rusia Gunakan Hampir Semua Rudal Kalibr
Partai Kongres Nasional Afrika Ramaphosa, yang telah memerintah Afrika Selatan sejak kekuasaan minoritas kulit putih berakhir pada 1994, memiliki ikatan kuat dengan bekas Uni Soviet, yang melatih dan mendukung para aktivis anti-apartheid selama Perang Dingin.
Untuk alasan itu, Afrika Selatan kadang-kadang dicurigai di antara saingan Rusia di Barat, meskipun masih menikmati pengaruh diplomatik tingkat tinggi dibandingkan dengan ukuran ekonominya sejak transisi damai menuju demokrasi.
Ramaphosa mengatakan penolakan bersejarah Afrika Selatan untuk memihak berarti "beberapa bahkan mendekati kami dengan peran yang dapat kami mainkan (mediasi)".
“Kami tidak pernah ingin berpura-pura memiliki pengaruh besar yang dimiliki negara lain, tetapi kami sedang didekati. (Untuk)mengutuk satu (pihak) … menyita peran yang bisa kita mainkan,” tambahnya.
Baca juga: Telepon Erdogan, Putin Beberkan Tuntutan Rusia untuk Kesepakatan Damai dengan Ukraina
Vladimir Putin Perintahkan Tangkap Jenderal yang Dituduh Berkhianat
Baru kemarin Presiden Rusia Vladimir Putin mengungkit-ungkit soal sosok pengkhianat.
Hari ini, diberitakan Putin menangkap pejabat militer Rusia di tengah penyerangan ke Ukraina.
Wakil Kepala Penjaga Nasional Rusia atau unit Rosgvardia, Jenderal Roman Garilov telah ditangkap dan ditahan oleh badan keamanan Rusia, FSB.
Meski begitu, belum diketahui alasan dari penangkapan Garilov.
Namun salah satu sumber seperti dikutip dari Daily Star, Kamis (17/3/2022) mengungkapkan Garilov ditangkap dengan tuduhan pemborosan bahan bakar.
Baca juga: UPDATE Invasi Rusia ke Ukraina Hari ke-23, Berikut Peristiwa yang Terjadi
Baca juga: 13 Peristiwa di Hari ke-23 Perang Rusia-Ukraina, Muncul Seruan dari Negara Bekas Uni Soviet
Sedangkan tuduhan yang lebih serius adalah tentang kebocoran informasi militer yang menyebabkan hilangnya nyawa.
Dia dituduh berkhianat.
Tetapi penangkapan Garilov, juga dikaitkan dengan dirinya menjadi kambing hitam setelah Rusia tak kunjung berhasil membuat Ukraina takluk usai pertempuran selama tiga pekan.
Rosgvardia, yang merupakan pasukan khusus Rusia yang dipimpin Garilov, adalah yang diturunkan Putin untuk bertempur di Ukraina.
Namun, pasukan itu mengalami kesulitan dan tercatat sejumlah korban kematian yang berasal dari unit tersebut.
Baca juga: Rusia Ingatkan Amerika Ngaca Sebelum Sebut Putin Penjahat Perang: Mereka Suka Ngebom di Mana-mana
Berita lain terkait dengan Konflik Rusia Vs Ukraina
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)