TRIBUNNEWS.COM, UKRAINA - Sejumlah ledakan dilaporkan terjadi di dekat bandara Lviv, kota sebelah barat Ukraina, Jumat (18/3/2022) pagi waktu setempat.
Sejumlah ledakan tersebut berawal dari serangan rudal Rusia, yang mengakibatkan alarm serangan udara berbunyi di pagi hari.
Serangan tersebut tentu mengkhawatirkan karena semakin dekat dengan wilayah NATO, mengingat Lviv berbatasan langsung dengan Polandia.
Kepulan asap pun terlihat di atas Lviv saat layanan gawat darurat merespons ledakan tersebut.
Wali Kota Lviv Andriy Sadoviy seperti dikutip dari ABC News, mengungkapkan rudal Rusia mengenai area di dekat bandara.
Baca juga: Jurnalis Rusia yang Bawa Poster Anti-perang di TV Mengundurkan Diri, Tapi Tolak Suaka dari Prancis
Tetapi ia menegaskan, serangan tak mengenai bandara tersebut.
Ia menambahkan, beberapa rudal menghancurkan bangunan di pabrik perbaikan pesawat.
Operasi pabrik tersebut telah dihentikan sebelum serangan terjadi, dan tak ada korban jiwa akibat serangan tersebut.
Lviv, hanya berjarak 70 km dari perbatasan Polandia dan menjadi salah satu tujuan dari warga Ukraina yang melarikan diri dari serangan Rusia.
Menurut Sadoviy, saat ini sekitar 200.000 orang yang mengungsi secara internal berada di Lviv.
Pada Senin (14/3/2022), Sadoviy mengungkapkan, Lviv telah mencapai kapasitas maksimalnya.
Ia pun meminta organisasi kemanusiaan internasional untuk memberikan bantuan.
Sedangkan sekitar 50.000 orang melewati stasiun kereta Lviv dalam sehari.
Sementara itu, sebuah ledakan dan asap juga terlihat dari sebelah utara ibu kota Ukraina, Kiev, pada Jumat pagi.
Tapi tak ada informasi resmi mengenai serangan tersebut.
Amerika Tuduh Putih Diktator
Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Joe Biden kian geram dengan invasi Rusia ke Ukraina.
Biden kini menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai diktator kejam dan "penjahat betulan".
Hal itu dia katakan saat berbicara dalam acara Hari St Patrick, di Gedung Capitol, Washington, Kamis (17/3/2022) waktu setempat.
Pada acara makan siang tahunan Friends of Ireland di Capitol Hill, Biden mengatakan Putin adalah seorang diktator kejam, dan penjahat betulan yang mengobarkan perang tidak bermoral melawan rakyat Ukraina.
Biden juga mengatakan Irlandia "bangkit" menghadapi agresi Rusia terhadap Ukraina.
Dia mengatakan hubungan antara Irlandia dan Amerika Serikat berada di wilayah yang lebih intens dan kooperatif daripada yang pernah ada karena netralitas Irlandia.
“Putin membayar mahal untuk agresinya, dan itu adalah bagian dari alasan mengapa biayanya menjadi sangat tinggi,” kata Biden, seperti dilaporkan CNN, Jumat (18/3/2022).
Atas dukungan Irlandia untuk sanksi terhadap Rusia, Biden mengatakan Irlandia juga "membayar mahal" untuk kontribusi Irlandia yang disebut Biden "tidak kecil."
“Semua orang berbicara tentang bagaimana Jerman melangkah ke depan, dan mengubah gagasan mereka menjadi condong ke depan, dan mereka melakukannya,” kata Biden, seraya mengatakan, “Begitu juga Irlandia. Sebuah negara netral, Irlandia bangkit dan menerima pukulan atas apa yang mereka lakukan.”
Presiden juga merujuk pada rencana percakapan teleponnya dengan Presiden China Xi Jinping hari Jumat (18/3/2022), sambil bercanda bahwa Xi, "Akan mengingat semua yang saya katakan.”
“Dia (Xi) tidak percaya demokrasi dapat dipertahankan di abad ke-21.”
Perdana Menteri Irlandia Michael Martin dijadwalkan untuk menghadiri acara tersebut, tetapi didiagnosis positif Covid-19 hari Rabu.
Biden, yang baru saja menghadiri pertemuan virtual dengan Martin sebelum menuju ke Capitol Hill, mengatakan, "Taoiseach sangat menyesal tidak bisa berada di sini," dan dia merasa sehat meskipun telah didiagnosis positif Covid-19.
>