TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kebijakan Vladimir Putin menjual minyak mentah dan gas (migas) ke negara-negara Barat yang masih mengimpor dari Rusia berdampak positif bagi nilai tukar mata uang Rubel menjadi kembali perkasa.
Rubel mulai naik menguat kembali, ke level 84 per dollar AS, pada Kamis (31/3/2022) waktu setempat.
Ini terjadi setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani dekrit yang mengatakan pembeli asing harus membayar dalam rubel untuk gas Rusia yang berlaku mulai 1 April 2022, dan kontrak akan dihentikan jika pembayaran ini tidak dilakukan.
Mengutip Washington Post, mata uang Rusia turun ke level teredah setelah invasi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina pada 24 Februari 2022 lalu, mendorong deretan sanksi dari negara barat.
Rubel sempat jatuh ke level 120 per dollar AS, setelah sebelumnya ada di posisi 80 per dollar AS saat itu.
Keputusan Putin untuk memberlakukan pembayaran dengan menggunakan mata uang rubel untuk gas telah mendorong kenaikan mata uang Rusia, yang sempat jatuh ke posisi terendah dalam sejarah ketika Barat menerapkan sanksi besar-besaran setelah dia mengirim pasukannya ke Ukraina pada 24 Februari lalu.
“Untuk membeli gas alam Rusia, mereka harus membuka rekening rubel di bank Rusia. Dari rekening-rekening inilah pembayaran akan dilakukan untuk pengiriman gas mulai besok,” kata Putin Kamis (31/3/2022) waktu setempat dikutip dari CNBC.
Baca juga: Presiden Putin dan Kanselir Scholz Rundingkan Pasokan Gas Rusia ke Jerman
“Jika pembayaran tersebut tidak dilakukan, kami akan menganggap ini sebagai default dari pihak pembeli, dengan semua konsekuensi berikutnya.
Tidak ada yang menjual apa pun kepada kami secara gratis, dan kami juga tidak akan melakukan bentuk amal yaitu, kontrak yang ada akan dihentikan,” tambah Putin.
Tetapi perusahaan dan pemerintah Barat telah menolak langkah Putin tersebut sebagai pelanggaran kontrak yang ada, yang ditetapkan dalam euro atau dollar AS.
Putin mengatakan peralihan itu dimaksudkan untuk memperkuat kedaulatan Rusia, dan akan tetap menjalankan kewajibannya pada semua kontrak.
Diketahui, Rusia memasok sekitar sepertiga gas untuk Eropa.
Sejak invasi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina, Rusia terus mengalami tekanan, dan banyak ekonom yang memprediksi Rusia akan mencapai inflasi 20 persen di tahun ini.